
Marketing.co.id – Berita Marketing | Hubungan ekonomi Jepang dan negara -negara ASEAN selama ini berjalan sangat baik. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan manufaktur Jepang yang beroperasi di kawasan tersebut. Produk-produk Jepang pun diterima dengan oleh konsumen di berbagai negara Asean.
Hubungan formal Jepang dengan ASEAN pertama kali terjalin pada tahun 1977, sebagai salah satu Mitra Dialog ASEAN yang pertama. Total perdagangan diantara kedua kawasan dilaporkan mencapai USD 225,9 miliar pada tahun 2019, yang merupakan 8,0 persen dari total perdagangan ASEAN. Pada tahun 2022, ekspor ASEAN ke Jepang dilaporkan mencapai US$135,6 miliar dan impor dari Jepang ke negara ASEAN berjumlah US$119,1 miliar.
Sementara total arus masuk Penanaman Modal Asing (FDI) dari Jepang sebesar USD 20,4 miliar, terhitung sebesar 12,7 persen dari total arus masuk FDI ke ASEAN . Hal ini menempatkan Jepang sebagai mitra dagang terbesar keempat Asean dan sumber FDI eksternal terbesar kedua di antara Mitra Dialog ASEAN pada tahun 2019. Adapun jumlah FDI Jepang ke ASEAN sebesar US$27,2 miliar di tahun 2022, melonjak hampir 30% dari tahun 2021 sehingga menempatkan Jepang sebagai pemberi FDI terbesar kedua bagi ASEAN.
Namun akhir-akhir ini hubungan ASEAN -Jepang menghadapi berbagai tantangan baru yang bisa berimplikasi pada hubungan ekonomi ASEAN -Jepang. Tantangan tersebut seperti perang dagang antara Tiongkok dengan AS dan memanasnya geopolitik global yang dipicu oleh perang Rusia dan Ukraina dan Perang Palestina (Hamas) dengan Israel.
Baca juga: Forum ‘Perdamaian untuk Ukraina’ Libatkan Generasi Muda Tentang Membangun Perdamaian
Dalam konteks Perang Rusia-Ukraina misalnya, Jepang dan Singapura lebih mendukung Ukraina karena dianggap telah menjadi korban dari invasi Rusia, sementara negara Asia Tenggara lainnya seperti Indonesia cenderung netral dan lebih memilih resolusi damai diantara kedua negara yang berperang.
Menyatukan Visi
Di tengah tantangan yang tidak mudah itu, pada tahun 2023 lalu dirumuskan “ASEAN-Japan Economic Co-Creation Vision” atau Visi Penciptaan Bersama Ekonomi ASEAN-Jepang oleh sektor publik dan swasta Jepang.
Visi ini bertujuan untuk membangun perekonomian dan masyarakat yang aman, sejahtera dan bebas melalui penciptaan ekonomi bersama yang adil dan saling menguntungkan, yang didorong oleh kepercayaan yang telah dibangun selama 50 tahun terakhir melalui persahabatan dan kerjasama antara ASEAN dan Jepang.

Untuk mendukung visi ini, FJCCIA (Federation of Japanese Chambers of Commerce and Industry in ASEAN) sebagai anggota dalam sistem ekonomi ASEAN, ingin berkontribusi aktif melalui tiga cara. Pertama, berbagi praktik kolaboratif untuk pertumbuhan ekonomi dan mengatasi tantangan sosial. Kedua, memahami realitas dan kondisi geopolitik yang beragam di kawasan. Ketiga, mempromosikan pertukaran SDM dua arah untuk menghasilkan inovasi yang saling menguntungkan.
Menurut ISEAS-Yusof Ishak Institute yang berbasis di Singapura, saat ini lingkungan bisnis di ASEAN menghadapi tantangan dan risiko seperti pengangguran dan resesi ekonomi, perubahan iklim dan bencana yang disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem serta meningkatnya ketegangan ekonomi antara negara-negara adidaya.
Perusahaan anggota FJCCIA, melalui aktivitas bisnisnya di ASEAN, juga menyadari adanya risiko serupa. Survei yang dilakukan terhadap perusahaan anggota oleh masing-masing Kamar Dagang dan Industri Jepang menunjukkan bahwa kepercayaan dunia usaha menurun pada tahun 2023 karena beberapa faktor seperti menurunnya permintaan di pasar lokal, namun hal ini diperkirakan akan pulih kembali pada tahun 2024. Upaya menuju netralitas karbon dan penanganan perpecahan juga perlu ditangani sebagai masalah yang mendesak.
Dari perspektif jangka panjang, FJCCIA sangat tertarik pada perumusan “Agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Pasca-2025” yang akan memetakan jalan dari Cetak Biru MEA 2025. Menurut IMF, ASEAN diperkirakan akan tumbuh menjadi salah satu dari lima blok ekonomi terbesar di dunia dengan PDB sebesar USD4,38 triliun pada tahun 2025, melampaui PDB nominal Jepang.
Namun, jika integrasi ekonomi dan pasar tidak mengalami kemajuan dan pergerakan barang, manusia, modal, dan data terbatas hanya antar negara anggota ASEAN, maka ASEAN tetap akan menjadi kawasan dengan 10 negara anggota, sehingga mengurangi daya tariknya sebagai tujuan investasi.
Untuk memaksimalkan daya saing dan daya tarik ASEAN, integrasi kawasan merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, FJCCIA bertekad untuk mendukung Agenda MEA Pasca 2025.
Untuk lebih memperkuat hubungan Asean-Jepang, Kamis, tanggal 17 Juli 2024 digelar dialog antara Federasi Kamar Dagang dan Industri Jepang di ASEAN (FJCCIA) dengan Kao Kim Hourn, Sekretaris Jenderal ASEAN, di Sekretariat ASEAN (kantor pusat: Jakarta).
Perwakilan dari sembilan Kamar Dagang dan Industri Jepang di ASEAN, termasuk Kamar Dagang dan Industri Jepang di Malaysia, berkumpul untuk membahas langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan Jepang untuk berkontribusi terhadap keberlanjutan masa depan ASEAN dan pengembangan sumber daya manusia, serta perbaikan sistem dan aturan yang dapat dilakukan untuk menjadikan ASEAN sebagai kawasan tujuan bisnis yang lebih menarik.
Proposal FJCCIA dikembangkan selaras dengan komponen ekonomi dalam Visi Komunitas ASEAN 2045, yang menguraikan arah strategis masa depan untuk mencapai integrasi ekonomi ASEAN. Komponen ekonomi dari Visi tersebut berlandaskan tekad yang kuat untuk mewujudkan perekonomian yang berorientasi pada tindakan, keberlanjutan, andal dan cakap, mudah beradaptasi, cekatan, dan ekonomi inklusif pada tahun 2045.
Baca juga: Ditempel Ketat Produsen China, Tesla Masih Jadi Mobil Paling Inovatif
Proposal yang diajukan oleh FJCCIA terdiri dari enam pilar utama, yaitu: Pasar tunggal dan lokasi produksi yang terhubung dengan lancar, Ekonomi hijau dan keberlanjutan, Ekonomi dan inovasi digital, dan teknologi baru yang sedang berkembang, ASEAN berperan aktif dalam komunitas global,ASEAN dengan sumber daya manusia yang tangguh dan berlimpah, dan Pembangungan yang inklusif dan berkeadilan.
Saat risiko perpecahan ekonomi global dan dampak perubahan ekonomi menjadi semakin terlihat nyata dan kerap terjadi, maka sangat penting untuk menegaskan kembali komitmen kawasan untuk menegakkan “Sentralitas ASEAN” dengan menyokong pondasi ekonomi kawasan yang berdaya saing tinggi, inovatif, dan tangguh.
Peran ASEAN sebagai pusat manufaktur dalam rantai pasok global juga semakin signifikan dan relevan di masa depan. Saat negara-negara dan kawasan, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, dan Uni Eropa, berupaya meningkatkan kemitraan mereka dengan ASEAN. Di sisi lain, Jepang yang telah memiliki rantai pasokan kuat yang didukung oleh manufaktur Jepang, berkomitmen untuk secara aktif melibatkan ASEAN melalui berbagai dialog, konsultasi, dan diskusi untuk mengatasi masalah dan tantangan bersama.
Dari berbagai sumber