Persaingan dua merek obat masuk angin, Tolak Angin versus Antangin, sangatlah ketat. Data Top Brand Index menunjukkan betapa indeks kedua merek ini berdekatan. Keduanya sama-sama gencar berpromosi dan memiliki kekuatan distribusi yang relatif sama.
Berbicara mengenai persaingan bisnis obat masuk angin dalam kategori produk jamu, mungkin hanya terfokus pada Tolak Angin dan Antangin, meski dalam peta persaingan bisnis ini masih terdapat Orangin dan Bintangin.
Masuk ke pasar obat masuk angin sudah lama dilakukan Tolak Angin dibandingkan merek-merek lainnya. Sejak tahun 1930, Sido Muncul telah memperkenalkan produk jamu masuk angin dalam bentuk tablet bulat hitam yang kemudian berubah menjadi serbuk.
Target market Tolak Angin adalah orang-orang yang lebih percaya terhadap jamu dibandingkan dengan obat-obat farmasi. Namun, bentuknya yang masih serbuk membuat Tolak Angin terkesan kuno dan tidak praktis, sehingga perkembangannya terancam stagnan dan ditinggalkan konsumen. Sadar akan hal ini, Sido Muncul pun melakukan transformasi, jamu yang awalnya berbentuk serbuk diubah menjadi bentuk cair.
Selanjutnya, Sido Muncul melakukan positioning dengan cara mengubah image Tolak Angin sebagai produk jamu yang kuno menjadi produk jamu yang modern (obat herbal). Selain diubah menjadi jamu cair, produk ini juga dikemas dalam bentuk sachet yang praktis. Transformasi tersebut membawa Tolak Angin menjadi market driven di bisnis obat masuk angin cair dan memasuki pasar blue ocean karena belum ada produk yang sejenis.
Dalam perkembangannya, sebenarnya Tolak Angin tidak sendiri, sebab pada tahun 1970-an sudah ada kompetitor obat masuk angin dengan merek Antingin yang kemudian pada tahun 1997 berganti nama menjadi Antangin. Sedikit berbeda dengan Tolak Angin, Deltomed Laboratories selaku pemilik merek lebih memosisikan Antangin ke obat masuk angin dalam bentuk kaplet yang dikemas secara modern dan praktis.
Meskipun Tolak Angin dan Antangin memiliki spesifikasi yang berbeda, persaingan tidak bisa dihindari karena keduanya mengejar target pasar yang sama. Merasa pangsa pasarnya terganggu, pada tahun 1998 Sido Muncul sempat merilis Tolak Angin berbentuk kaplet untuk menghadang Antangin, namun usaha tersebut tidak berhasil. Menyikapi kondisi ini, akhirnya Sido Muncul memutuskan untuk memperkokoh Tolak Angin di obat masuk angin cair dan merambah ke segmen atas.
Sebaliknya, Deltomed Laboratories yang merasa Antangin cukup sukses di obat masuk angin dalam bentuk kaplet mulai melebarkan sayap ke pasar yang lebih luas. Apalagi berkembangnya gaya hidup back to nature menjadikan pengobatan dengan obat-obatan berbahan baku alam atau herbal semakin diminati masyarakat. Konkretnya, Deltomed Laboratories meluncurkan Antangin JRG cair di tahun 2003, sehingga bersaing head to head dengan Tolak Angin yang notabene memegang tahta pasar obat masuk angin cair.
Bertaburan Endorser
Meski Tolak Angin dan Antangin saling berebut pasar, keduanya sepakat untuk mempromosikan jamu sebagai obat tradisional asli Indonesia yang memiliki khasiat tanpa efek samping dan ekonomis.
Alhasil, komunikasinya lebih menjelaskan bagaimana obat masuk angin ini dihasilkan lewat proses produksi yang modern, berdasarkan cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) maupun dengan cara pembuatan obat yang benar (CPOB), sehingga tidak lagi dipersepsikan sebagai jamu, melainkan produk herbal berkualitas.
Untuk efektivitas komunikasi, baik Tolak Angin dan Antangin dalam iklannya (TVC) sama-sama menggunakan endorser papan atas agar pesan yang disampaikan dalam iklan mampu memengaruhi dan mendapatkan perhatian konsumen. Bila Antangin menghadirkan Basuki (alm) dengan “Wes, ewes-ewes…. Bablas Angine”, Tolak Angin menggaet Ike Nurjanah dan Doyok.
Kendati beberapa iklan cukup mengena di hati konsumen, banyak kalangan menilai iklan-iklan tersebut belum mampu memopulerkan jamu sebagai obat herbal yang modern. Pasalnya, masih dihadirkan tema dan bintang-bintang tradisional, sehingga terjebak bahwa jamu adalah konsumsi masyarakat tradisional.
Strategi yang dilakukan Deltomed Laboratories adalah tetap mempertahankan Basuki sebagai endorser karena dianggap berhasil mengangkat pamor Antangin. Implementasinya menduetkan Basuki dengan Peggy Melati Sukma pada peluncuran Antangin cair. Kemudian dalam perjalanannya, Deltomed Laboratories merekrut beberapa endorser lain, seperti Deddy Mizwar dan Happy Salma dengan tema iklan yang lebih modern. Lewat mereka, pesan yang ingin disampaikan bahwa Antangin sudah dikonsumsi dan merupakan produk yang dipercaya masyarakat.
Tak mau kalah dengan seterunya, Sido Muncul pun melakukan perubahan strategi komunikasi di tahun 1999 dengan mengganti endorser. Terpilihlah Sophia Latjuba yang dianggap sebagai sosok wanita modern. Agar dapat diterima kalangan menengah bawah, iklan pun dibuat sederhana. Sementara untuk merangkul kalangan menengah atas, dipilihlah Rhenald Kasali, tokoh yang dipandang tepat untuk mewakili kalangan atas dan akademisi, serta mengetahui khasiat Tolak Angin sebagai obat herbal berkualitas.
Dari komunikasi tersebut lahirlah tagline “Orang Pintar Minum Tolak Angin”, sekaligus mengubah persepsi masyarakat yang sebelumnya menganggap jamu hanya dikonsumsi oleh masyarakat tradisonal, menjadi jamu layak dan baik dikonsumsi oleh orang modern sekalipun. Kemudian, secara berturut Tolak Angin menggunakan Wynne Prakusya dan Setiawan Djody, tetapi tetap mempertahankan Sophia Latjuba.
Sejumlah tokoh dan selebriti juga dipilih Sido Muncul menjadi endorser Tolak Angin, semisal Agnes Monica dan Ari Lasso untuk menyasar market generasi muda. Yang paling menarik, Sido Muncul melalui produk Tolak Angin berhasil memanfaatkan kepopuleran orang nomor satu di BUMN, Dahlan Iskan, sebagai bintang iklannya. Bahkan iklan ini mampu mendongkrak naik penjualan Tolak Angin sebanyak 30%.
Bila mencermati bertaburannya endorser di kubu Tolak Angin dan Antangin, tentu semua akan terkesan. Namun, sampai sekarang kita masih belum tahu bagaimana akhir dari pertempuran yang menarik ini, sebab informasi yang terekspos ke publik sangat minim. Sehingga menimbulkan pertanyaan, berapa penguasaan pasar keduanya dan siapa yang mendominasi? Apalagi tidak ada data pasti mengenai besaran pasar dan pertumbuhan obat masuk angin.
Namun jika dilihat dari Top Brand Index (TBI) tahun 2014, kedua merek ini memiliki indeks yang relatif ketat. Antangin memiliki indeks 46,4%, sedangkan pesaingnya Tolak Angin memperoleh indeks 43,8%. Bila dirunut selama lima tahun terakhir (2010─2014), tentunya terindikasi bahwa persaingan dimenangi Antangin, karena indeksnya masih tetap memimpin dari Tolak Angin.
Moh. Agus Mahribi
sangat membantu pak untuk mengerjakan Jurnal Skirpsi. makasi ya pak Data tentang Tolak Angin dan Antanginnya.
semoga Bapak semakin sukses
Sejak dahulu hingga kini keluarga saya tetap pakai antangin