Marketing.co.id – Berita Marketing | Jakarta dan dinamikanya berdampak jauh hingga ke relung kehidupan pribadi masyarakatnya. Mengutip data dari jakarta.bps.go.id, jumlah penduduk muda Jakarta dengan rentang usia 20-39 tahun adalah sebagai berikut.
Kebanyakan dari mereka adalah kelas pekerja yang rutinitasnya boleh dibilang monoton. Bangun pagi, sarapan, berangkat ke kantor, kerja dari pukul 09.00-17.00, pulang, dan esok harinya mengulangi rutinitas yang sama. Selepas jam kerja, mereka banyak yang memilih untuk pulang ketimbang bercengkerama, mengingat durasi perjalanan dari kantor menuju rumah lebih baik dimanfaatkan untuk beristirahat. Dari sanalah duka mendasar penghuni Jakarta bermula.
Siapa sangka, kota yang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, hingga hiburan, berpotensi menimbulkan masalah kronis bernama kesepian. Ya, di antara gegap gempita dan gedung tinggi nan megahnya—sebagaimana di banyak ibukota negara besar lain, hasil riset ComRes dari Inggris membuktikan bahwa lebih dari 50% masyarakat muda merasa kesepian. Ironisnya, hal ini terjadi karena kesulitan menjalin komunikasi dengan orang baru.
Tak mengherankan jika penggunaan aplikasi kencan kian hari kian marak. Meski diciptakan untuk mendapatkan pasangan, nilai yang diantarkan aplikasi tersebut kini telah bergeser; menjadi wadah pencari teman. Lihatlah slogan salah satu aplikasi paling terkenal berikut.
Aplikasi yang memenuhi kebutuhan dasar manusia dewasa untuk berinteraksi ini juga terus mengembangkan diri dan menyesuaikan pasar. Sebut saja Salams/Minder, aplikasi kencan yang diciptakan khusus bagi para penganut Islam. Atau situs web jodohkristen.com yang juga berbasis agama.
Sebagai unit usaha berbasis teknologi, aplikasi-aplikasi ini terus mengomunikasikan produknya dengan balutan yang unik. Tinder yang disebut di atas, baru-baru ini meluncurkan kerja sama dengan salah satu komunitas anak muda Jakarta, untuk menarik lebih banyak pengguna.
Terlepas dari glorifikasi rasa kesepian yang sebetulnya tidak sedemikian membunuh, kita sebagai masyarakat muda Ibukota harusnya merasa beruntung hidup di abad ini. Karena kini, dengan teknologi, isu psikologis pun dapat dipecahkan.
Risty Atthahya, Research Executive Survey One – Marketing Group