AI + Empati: Masa Depan Layanan Pelanggan yang Lebih Manusiawi

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Masa Depan Layanan Pelanggan AI + Empati: Masa Depan Layanan Pelanggan yang Lebih Manusiawi

Marketing.co.id – Berita Marketing | Dalam era bisnis yang makin digital dan kompetitif, perusahaan berlomba menciptakan keunggulan yang tidak lagi hanya bergantung pada produk atau harga. Kini, pengalaman pelanggan (customer experience/CX) menjadi medan perebutan loyalitas konsumen. Di tengah arus transformasi ini, Artificial Intelligence (AI) muncul sebagai katalisator utama. Bukan hanya untuk efisiensi, tapi juga untuk menghadirkan layanan yang lebih manusiawi.

Fenomena ini menjadi pokok bahasan salah satu talkshow dalam acara CXtraordinary Evening yang digelar oleh Carre CX dan Majalah Marketing di Hutan Kota by Plataran Senayan. Mengusung tema“Maintaining Sustainable Competitive Advantage in CX with AI & Automation”, talkshow ini menghadirkan deretan pemimpin industri dari berbagai sektor untuk mengupas tuntas bagaimana AI dan empati bisa berjalan seiring untuk menciptakan layanan pelanggan yang lebih relevan dan berkesan.

BRI: Bicara Bahasa Daerah, Tumbuhkan Empati Lokal

Kaspar Situmorang, Division Head Digital Innovation PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, memaparkan langkah BRI yang memanfaatkan AI untuk berkomunikasi dalam bahasa daerah. Dari Bahasa Jawa, Sunda, hingga Manado, AI BRI dirancang untuk menjawab nasabah dalam bahasa yang paling dekat dengan hati mereka.

“Hasilnya nyata, penyelesaian komplain dua menit lebih cepat,” ungkap Kaspar. Dengan jutaan nasabah tersebar dari Sabang sampai Merauke, pendekatan ini menjadi bentuk empati yang bukan hanya terdengar, tapi juga terasa.

BCA: AI yang “Membaca” Masalah Sebelum Dikatakan

Sementara itu, BCA memanfaatkan teknologi AI untuk menganalisis maksud pelanggan bahkan sebelum mereka mengutarakan masalah. “Baru bilang ‘halo’, sistem kami sudah tahu: ‘Ibu kehilangan kartu ATM, ya?’,” tutur Wani Sabu, Senior Advisor Fraud Banking Investigation BCA.

Namun ketika emosi pelanggan meningkat, AI diberi batas. “Kalau nasabah marah, AI mundur. Di situlah manusia masuk untuk menenangkan,” tambahnya. AI menjadi alat bantu, bukan pengganti — memberikan ruang bagi empati manusia mengambil alih.

MyRepublic: AI Tangani Ribuan Email Pelanggan

Di sektor penyedia internet, MyRepublic mengimplementasikan AI berbasis Large Language Model (LLM) untuk menjawab hingga 30 ribu email pelanggan tiap bulan. CTO MyRepublic Hendra Gunawan menuturkan bahwa pekerjaan repetitif kini ditangani AI secara cerdas, sementara tim manusia dapat lebih fokus pada pengembangan dan perbaikan sistem. “Pelayanan tetap terasa personal, walau dilakukan mesin,” ujarnya.

Pegadaian: AI Sebagai Agen “PDKT”

Bagi PT Pegadaian, AI berperan sebagai mitra pintar dalam menjalin kedekatan dengan nasabah. Ihdina Inti Rachma, Head of Data and Technology enabled Sales PT Pegadaian menjelaskan bahwa AI menganalisis kebiasaan nasabah, mulai dari jam aktif hingga gaya bahasa. Tujuannya, personalisasi penawaran agar lebih tepat sasaran.

“Tenaga penjual kami tahu siapa yang suka produk emas dan kapan waktu terbaik menghubungi mereka,” jelas Ihdina. AI memungkinkan personalisasi dalam skala besar—hal yang dulunya dianggap mustahil.

BAZNAS: Hubungan Spiritual dalam Data

Rizaludin Kurniawan, Pimpinan Bidang Pengumpulan BAZNAS mengungkap sisi emosional dari penerapan AI di lembaga zakat nasional tersebut. Dengan teknologi, donatur bisa diingatkan hari ulang tahunnya, bahkan diberi doa.

“Donatur merasa lebih dekat, merasa didukung bukan hanya secara sosial, tapi juga spiritual,” katanya. AI, dalam hal ini, menjadi jembatan antara sistem dan perasaan.

Vision+: AI sebagai Otak Kiri dan Kanan

Roy Debashis, COO Vision+, memaparkan bagaimana AI digunakan untuk personalisasi konten, termasuk menyesuaikan poster film berdasarkan preferensi individu. Di sinilah peran AI tidak hanya bersifat analitis, tapi juga kreatif.

Predictive AI adalah otak kiri. Generative AI adalah otak kanan. Kami butuh keduanya untuk menghadirkan pengalaman OTT yang menyeluruh,” jelas Roy.

AI Menggantikan Manusia: Mitos atau Fakta?

Dalam diskusi tersebut, muncul satu benang merah penting. AI bukan alat untuk menggantikan manusia, melainkan memperkuat peran manusia. CEO HERA Joel Djuwandi menyatakan dengan gamblang, “AI bukan menggantikan tangan manusia, tapi menambahkan. Sekarang kami punya sepuluh tangan, bukan dua.”

Pekerjaan rutin didelegasikan ke AI, sementara agen layanan dapat fokus mendengar, menenangkan, dan memahami pelanggan. Hal-hal yang tidak bisa dan sebaiknya tidak digantikan mesin.

Pada akhirnya, masa depan CX tidak lagi hanya soal kecepatan dan ketepatan, tetapi kehangatan dan koneksi emosional. HERA AI memungkinkan layanan yang skalabel dan cepat, namun tetap memberi ruang bagi empati untuk hadir di momen-momen krusial. Inilah wajah baru layanan pelanggan, cerdas secara teknologi, dan hangat secara emosional. Dan di sinilah, AI dan empati berjalan beriringan menjadikan pengalaman pelanggan tidak sekadar interaksi, tetapi hubungan.