Mampukah Kita Membangun AI yang Bisa Dipercaya Konsumen?

0
Evolusi Konten di Era Kecerdasan Buatan
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Evolusi Konten di Era Kecerdasan Buatan, agenflowAgenFlow membawa pendekatan baru pada dunia AI di layanan pelanggan. Bukan soal kemampuan menjawab, tapi soal keberanian untuk tidak menjawab ketika tidak tahu

Marketing.co.id – Berita Digital | Di era yang serba cepat seperti sekarang ini, teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) kerap dijadikan jawaban. Namun di balik semua janji efisiensi, skalabilitas, dan produktivitas, muncul pertanyaan yang lebih mendasar: mampukah kita membangun AI yang tidak hanya cerdas, tapi juga bisa dipercaya?

Selama ini, narasi dominan dalam pengembangan AI selalu soal performa seperti seberapa cepat menjawab, seberapa akurat menganalisis, dan seberapa pintar memahami konteks. Namun SleekFlow, mengambil arah berbeda lewat peluncuran AgentFlow, sebuah sistem AI yang justru berani mengatakan, “Saya tidak tahu.”

Alih-alih berupaya jadi solusi tunggal, AgentFlow dirancang sebagai AI yang tahu kapan harus mundur dan menyerahkan kembali percakapan kepada manusia. Filosofinya sederhana, yaitu AI yang baik bukan yang menjawab semua pertanyaan melainkan yang tahu batas kemampuannya.

Asnawi Jufrie, VP & GM SleekFlow Asia Tenggara mengatakan bahwa kesalahan dalam layanan pelanggan tidak selalu soal teknologi, tapi tentang hubungan. Oleh karena itu, AgentFlow dibuat untuk membantu bukan menggantikan manusia sepenuhnya.

Dalam whitepaper terbarunya, “AI Transformation in SEA: Aligning Consumer Demands with Business Goals”, ditemukan bahwa 75% konsumen Indonesia lebih memilih AI yang mendukung peran manusia ketimbang menggantikannya. AI masih dipercaya untuk urusan praktis seperti pelacakan pesanan atau hanya sekadar pencarian produk. Namun untuk beberapa kasus yang bersifat sensitif seperti keluhan pelanggan, pertanyaan kompleks, hingga percakapan emosional, responden menyatakan lebih memilih interaksi dengan manusia.

AgentFlow hadir bukan hanya sekadar sebagai fitur tambahan, tetapi juga sebagai kerangka etis. Sebuah pendekatan yang memastikan AI tidak asal merespons, melainkan bekerja dalam batas dan tanggung jawab yang jelas. Sistem ini dirancang dengan pendekatan multi-agent dan modul berbasis graf, serta dilengkapi dengan Knowledge Gap Detection, Reviewer Agents, Guardrails, dan Custom Instruction. Ini bukan hanya tentang desain sistem, tapi tentang membangun kepercayaan lewat transparansi dan akuntabilitas.

Hingga pertengahan 2025, lebih dari 70% negara di dunia, termasuk Indonesia, belum memiliki kerangka regulasi matang untuk penggunaan AI. Dalam kekosongan itulah inisiatif seperti AgentFlow menjadi penting. Laporan Boston Consulting Group menunjukkan bahwa AI bekerja paling efektif saat digunakan secara kolaboratif, bukan soliter. Konsultan BCG yang menggunakan GenAI dalam proyek nyata terbukti 20% lebih baik performanya pada tugas di luar keahlian mereka.

AgentFlow dibangun di atas Azure OpenAI dan memenuhi berbagai standar keamanan global seperti ISO/IEC 27001 dan GDPR. Sistem ini tidak menggunakan data pelanggan untuk pelatihan AI, serta dilengkapi fitur pengamanan seperti akses terbatas, masking data, dan whitelisting IP. Langkah ini penting karena kepercayaan tak hanya soal jawaban, tapi juga perlindungan.

“Kepercayaan itu tumbuh saat kita tahu batas kemampuan kita. Kami percaya, AI yang bisa dipercaya adalah AI yang tahu kapan harus berhenti dan memberi ruang untuk manusia,” pungkas Asnawi Jufrie.

Masa depan layanan pelanggan bukan sekadar tentang mesin melawan manusia, tetapi tentang menciptakan sinergi antara keduanya. AgentFlow menunjukkan bahwa kita bisa membangun AI yang lebih manusiawi. Bukan dengan membuatnya lebih pintar, tapi dengan membuatnya lebih sadar diri.

AgentFlow adalah bentuk nyata dari keyakinan bahwa AI yang bertanggung jawab bukanlah yang menjawab segalanya, melainkan yang tahu kapan harus berhenti. Masa depan bukan tentang memilih antara manusia atau mesin tetapi tentang membangun kolaborasi sistem yang dapat memperkuat keduanya.