Agar customer tak pindah ke lain hati

Melayani konsumen bukan pekerjaan mudah. Apalagi menyangkut garapan bisnis yang menyasar niche market. Pasalnya, karakteristik konsumen di pasar ini cenderung kritis. Lambat melayani, bisa ditinggalkan.

Dalam ilmu kesehatan ada pepatah ”lebih baik mencegah daripada mengobati”. Soalnya, kalau sudah sampai pada tahap mengobati, banyak yang harus dikeluarkan; biaya, tenaga, pikiran dan perasaan. Pepatah ini bisa juga diterapkan pemasar dalam men-treatment pelanggan. Jangan sampai mereka keburu kecewa sehingga lepas dari genggaman. Sebab, kalau sudah lepas, banyak yang harus dikorbankan. Itu pun belum tentu menjamin “sembuh”. Pelanggan yang telanjur kecewa akan berat hati untuk kembali lagi. Karena itu, barangkali penting bagi pemasar untuk mencermati syair Katon Bagaskara agar pelanggan “tak pindah ke lain hati”.

Salah satu perusahaan yang mengadopsi pepatah di atas dalam divisi Customer Service-nya (CS) adalah Soewarna Business Park (SBP). Perusahaan yang menawarkan jasa lahan, kantor, dan pergudangan di area Bandara Soekarno-Hatta ini memang paling berkepentingan terhadap kepuasan layanan konsumen. Bayangkan bila mereka kehilangan sedikit saja dari 60 customer, yang semuanya perusahaan besar itu, dampaknya pasti langsung terasa. Makanya, SBP tidak mau main-main dengan fasilitas layanan konsumennya.

Agaknya, perusahaan yang menyebut pelanggannya sebagai community itu relatif gampang mengintip keinginan pelanggan. Tapi tunggu dulu, bukan berarti mudah pula memenuhi kepuasan pelanggan segmented seperti itu. Naluri ketanggapan yang cepat dan cerdik dalam memberikan berbagai fasilitas layanan kudu dipunyai. Dengan kata lain, fasilitas layanan mereka tak boleh yang standar-standar saja, apalagi harus diminta dulu. Kiatnya, seperti dituturkan Ishak Chandra, Senior GM Operation SBP, ialah selalu berusaha mendahului apa yang akan menjadi kebutuhan customer sebelum itu jadi sesuatu yang mendesak. Misalnya, perkembangan IT yang makin canggih mengharuskan pihaknya memprediksi kebutuhan-kebutuhan pelanggan di masa mendatang. Dengan cara inilah, SBP berharap persaingan tetap bisa dimenangkan.

Tampaknya, kiat mereka cukup berhasil. Padahal, kalau dilihat dari sisi harga, yang ditawarkan SBP jauh lebih besar –mencapai 8 kali lipat dari perkantoran lain. “Konsep kepuasan pelanggan kami adalah memberikan yang mereka butuhkan secara lebih. Tidak perlu menunggu mereka meminta dulu pada kita,” kata Chandra.

Baru-baru ini, SBP yang menguasai lahan seluas 102 Ha yang “dipinjam” dari Angkasa Pura, kembali melakukan terobosan lewat fasilitas layanan terbarunya. Februari lalu, bekerja sama dengan pihak bea cukai, mereka merealisasikan sistem layanan keluar-masuk barang secara on line. Sistem baru yang diberi nama Lease Line itu diberikan untuk memudahkan para tenant SBP mengatur arus keluar-masuk barang. Berbeda dengan sistem lama yang masih manual, sistem ini bekerja secara cepat dan hanya memerlukan interaksi dengan satu orang. Sisanya secara elektronik. Ini merupakan jawaban atas kebutuhan yang diperkirakan akan menjadi tuntutan para tenant. “Kami berikan sebelum ini dituntut para tenant kami,” tegasnya.

Namun, pemberian fasilitas layanan terbaru itu bukan pekerjaan mudah. Setidaknya, SBP butuh tiga tahun hingga sistem tersebut dapat diimplementasikan. Pasalnya, SBP harus melibatkan pihak bea cukai sebagai pemegang otoritas keputusan. Proses panjang yang mengedepankan rasa saling percaya kedua pihak itu akhirnya disepakati dalam perjanjian Memorandum of Understanding.

Memang sih sudah seharusnya kepentingan para klien “diperjuangkan” habis-habisan, meskipun harus meyakinkan pihak lain. Apalagi, tujuan dari pengadaan sistem itu untuk kenyamanan dan kecepatan layanan yang dibutuhkan klien. Pada gilirannya, langkah itu akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan penawar jasa tersebut. (Tajwini Jahari/Rofian Akbar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.