Acara Jalan-jalan, Tak Dilirik Produk Cemilan dan Maskapai

www.marketing.co.id – Program travel menyumbang 15% dari total belanja iklan di program informasi. Ditonton oleh perempuan dari kalangan atas.

Apa yang kebanyakan dilakukan oleh masyarakat di negara maju ketika libur datang? Kebanyakan dari mereka dipastikan akan menikmati waktu libur dengan pergi berwisata. Seperti kebanyakan orang Eropa yang selalu melakukan travelling ketika libur musim panas datang. Dengan lama libur yang panjang, mereka akan pergi mencari matahari dan pulang setelah kulit mereka berubah agak kecoklatan.

Tren berlibur, baik di dalam ataupun ke luar negeri ini, ternyata sudah mulai menjadi kebiasaan masyarakat kita. Menurut pakar pemasaran Yuswohady, hal ini karena masyarakat negara ini sudah mulai menjadi consumer 3000. Lalu, muncul kelas menengah yang jumlahnya berlipat dibanding era sebelumnya.

Menurut Bank Dunia, kelas menengah kita saat ini mencapai 56,5% atau sekitar 134 juta orang. Ini mengacu pada  mereka yang sudah membelanjakan uang US$ 2 (sekitar Rp 18.000) sampai US$ 20 (sekitar Rp 180.000) per hari. Namun, kelas menengah yang pengeluarannya US$ 6 (setara Rp 45.000) hingga US$ 20 hanya berjumlah 14 juta, sisanya, masih rentan menjadi miskin. “Kelompok inilah yang sekarang ini aktif meluangkan waktu untuk berlibur ke negara-negara sekitar Indonesia atau di kawasan wisata dalam negeri,” kata dia.

Ia menambahkan, fenomena liburan ke luar negeri yang dulunya adalah sesuatu yang mewah sekarang sudah menjadi mass luxury. Berlibur ke Singapura, Vietnam, dan negara lain di sekitar Indonesia sudah jamak dilakukan orang Indonesia.

Meski banyak yang berlibur ke luar negeri, destinasi dalam negeri tetap menjadi pilihan. Biasanya, keluarga-keluarga muda yang masuk kelompok menengah atas akan mengatur tujuan wisatanya, tahun ini berwisata di dalam negeri, tahun depan ke luar negeri.

Sebelum berwisata, tentunya mereka sudah melakukan riset kecilkecilan mengenai daerah wisata yang akan mereka kunjungi. Bisa lewat internet, informasi dari teman, atau menonton televisi. Terlebih, sejak beberapa tahun lalu, acara-acara yang mengulas lokasi-lokasi wisata di Tanah Air banyak bermunculan dan dikemas dengan menarik oleh televisi.

Menurut Nielsen Media Measurement, acara bertipe travel/leisure/lifestyle ini masuk dalam kelompok besar informasi. Selain acara travel ini, dalam kelompok acara informasi terdapat acara infotainment, documentary, talk show, TV magazine, dan skill/hobbies. Sejak muncul tahun 2007 hingga 2008, jumlah judul mencapai 108, baik yang baru ataupun tayang ulang. Namun, di tahun 2009 mengalami penurunan hingga 70 judul acara, kemudian naik lagi di tahun 2010 menjadi 97 judul. Jumlah ini bertahan hingga akhir tahun 2011.

“Dilihat dari minat penonton juga mengalami fluktuasi yang sama. Setelah menarik penonton di awal kemunculan dan memuncak hingga pertengahan tahun 2009, lalu menurun di akhir tahun itu. Baru memperlihatkan geliat positif lagi di akhir tahun 2010 dan relatif stagnan hingga tahun 2011. Secara perolehan rating, meningkat dari 0,8 di tahun 2008 menjadi 1,1 di tahun 2011,” kata Andini Wijendaru, Manager Media Client Service Nielsen Audience Measurement.

Andini menambahkan, di kelompok acara ini, pada tahun 2008 rekor rating tertinggi pernah diraih oleh Petualangan Bahari, yakni 1,8. Sedangkan di tahun 2009, acara yang digawangi oleh Mbak Asri, yaitu Ngulik (Ngobrol Usil dan Asik) meraih rating tertinggi 2,2. Sementara, rekor tertinggi selama empat tahun terakhir adalah Ethnic Runaway yang tayang di TransTV, pernah meraih rating 3,2, terjadi di tahun 2010. Pada tahun 2011, Benu Buloe Spesial Tahun Baru-lah yang pernah meraih rating tertinggi hingga 2,3. Daftar perolehan rating dalam tiga bulan terakhir di tahun 2011 ada di Tabel I.

Mengenai segmen acara, menurut Andini, kebanyakan acara travel/leisure/lifestyle ditonton oleh perempuan usia 30 tahun ke atas dari kelas atas. Tapi, beberapa program dengan rating tertinggi memiliki segmen penonton yang berbeda. Misalnya, Ceriwis, Ethnic Runaway, Celebrity on Vacation, dan Harmoni cenderung berhasil menjaring penonton remaja (15–19 tahun). Sementara penonton Benu Buloe dan D’Journey kebanyakan usia 20 tahun ke atas. Lalu, penonton Let’s Go! cenderung diminati oleh usia dari anak-anak (5–14 tahun), remaja (15–19 tahun), hingga dewasa muda (20–29 tahun) dan secara ekonomi merata di kelas atas dan menengah bawah.

“Mister Tukul cenderung didominasi penonton laki-laki dan usia 30 tahun ke atas. Sementara itu, Jejak Si Gundul dan D’Journey ditonton oleh pemirsa laki-laki dan perempuan. Jejak Si Gundul juga ditonton oleh anak-anak dan kelas menengah bawah,” kata Andini.

Dilihat dari segmen penonton yang bervariasi, baik dalam usia dan tingkat ekonomi, sudah tentu program ini bisa dijadikan sarana beriklan yang bagus. Para marketer hanya tinggal memilih acara yang sesuai dengan karakter produknya. Lihat Tabel II, produk-produk pengiklan di acara travel/leisure/lifestyle.

 

Dalam tabel itu terlihat bahwa pengiklan masih didominasi oleh produk telekomunikasi. Perusahaan penerbangan dan produk-produk foods & beverages terlihat sedikit beriklan. Padahal, saat berlibur orang jarang berkomunikasi dengan dunia luar. Kalau sudah berlibur, orang malas terima telepon atau membalas SMS, paling-paling update status di Facebook atau Twitter. Ketika berlibur, orang sangat perlu transportasi, makanan-minuman, dan penginapan. Menurut Andini, genre program informasi pada umumnya cukup menarik bagi pengiklan. Setidaknya, ada sekitar Rp 5,7 triliun belanja iklan kotor untuk genre informasi di 11 stasiun televisi nasional. Terbesar keempat setelah jenis program hiburan, serial, dan film. Program travel/leisure/lifestyle menyumbangkan sekitar Rp 862 miliar atau 15% dari total angka belanja iklan di genre informasi tersebut di atas. Belanja iklan program travel/leisure/lifestyle berada di urutan ke-3 dalam kategori program informasi setelah infotainment (47%) dan dokumenter (22%) (lihat Tabel III). Sedangkan bila dilihat dari sumbangan terhadap total belanja iklan kotor sepanjang tahun 2011 hingga 17 Desember, jumlahnya sebesar Rp 41 triliun, hanya sekitar 2% saja. (Ign. Eko Adiwaluyo)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.