Upaya Novo Nordisk Mendorong Perubahan dalam Permasalahan Obesitas

0
Novo Nordisk
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Marketing.co.idBerita Lifestyle I Menurut Kementerian Kesehatan RI, satu dari tiga orang dewasa Indonesia mengalami obesitas, dan satu dari lima anak berusia 5 hingga 12 tahun mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Belum lagi, obesitas diprediksi akan menelan biaya perawatan kesehatan lebih dari 1 triliun dollar pada tahun 2025, dengan jumlah penderita sebesar 800 juta orang di seluruh dunia. Terkait itu, Novo Nordisk turut mendorong perubahan dalam permasalahan obesitas (driving change in obesity) di Indonesia dan dunia, melalui  pendekatan holistik yang dimiliki untuk mengobati obesitas.
Novo Nordisk
Sebagai bagian dari program kampanye anti-obesitas, Novo Nordisk Indonesia memperbarui TanyaGendis, chatbot WhatsApp yang memberikan informasi tentang diabetes dan obesitas. Gendis adalah singkatan dari ‘ceGah & kENDali DIabetes dan obesitaS’. TanyaGendis ini merupakan salah satu implementasi dari nota kesepahaman antar pemerintah (G2G MoU) antara Indonesia dan Denmark dalam kerja sama kesehatan.
Kini, Chatbot TanyaGendis telah diperbarui dengan menambah kalkulator BMI sehingga semua orang dapat dengan mudah melakukan cek BMI melalui WhatsApp dan mengetahui apakah mereka memiliki kondisi kelebihan berat badan atau obesitas. Dengan melakukan cek BMI, diharapkan dapat segera berkonsultasi dengan tenaga profesional untuk mencegah risiko yang mungkin terjadi di masa depan.
Ketua Bidang Organisasi Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) dr. Dicky Levenus Tahapary, Sp.PD-KEMD, PhD mengatakan, obesitas di Indonesia meningkat dengan angka kenaikan yang mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas di kalangan orang dewasa Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari 19,1 persen pada 2007 menjadi 35,4 persen pada 2018.
“Obesitas telah menjadi epidemi global. Stigma obesitas juga memberikan tantangan tersediri dalam penanganan obesitas. Stigma terhadap berat badan mencakup perilaku dan sikap negatif yang ditujukan terhadap seseorang terkait dengan bobot tubuhnya. Stigma ini berbahaya dan harus memahami bahwa obesitas merupakan suatu penyakit dan tidak dapat ditangani hanya dengan mengurangi asupan makanan dan lebih banyak beraktivitas fisik,” ujar dia.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kelebihan berat badan dan obesitas sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Praktisi kesehatan menggunakan BMI (body mass index atau indeks masa tubuh (IMT)) sebagai metode skrining, dan diagnosis klinis obesitas didasarkan pada kelebihan lemak tubuh abnormal yang mengganggu kesehatan.
“Untuk orang Indonesia, BMI pada tingkatan 25 termasuk kategori berat badan berlebih, dan BMI lebih dari 27 dinyatakan sebagai obesitas. Dapat juga memanfaatkan lingkar pinggang untuk menilai risiko seseorang terkena penyakit yang disebabkan oleh obesitas. Ukuran pinggang lebih dari 80 sentimeter untuk wanita dan lebih dari 90 sentimeter untuk pria meningkatkan risiko penyakit yang disebabkan oleh obesitas,” lanjut dr. Dicky.
Untuk mencegah dan mengatasi obesitas, diet memegang peranan penting. Diet yang biasa dilakukan sebagai bagian usaha untuk menurunkan berat badan, biasanya berfokus pada pembatasan energi untuk mengurangi berat badan.
dr. Cindiawaty J. Pudjiadi, MARS, MS. Sp.GK menambahkan, “Mengendalikan berat badan tidak cukup dengan usaha mengurangi asupan makanan dan menambah aktivitas olahraga. Harus memperhatikan apa yang dimakan, bukan hanya seberapa banyak makan. Mengurangi kalori yang efektif bukan hanya dengan sedikit makan dengan tujuan menekan asupan kalori serendah mungkin.”
Semwntara Dokter Anita Suryani, Sp.KO menambahkan, “Aktif secara fisik dipastikan dapat mencegah kelebihan berat badan dan obesitas. Namun, bentuk latihan tertentu mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada komposisi tubuh. Yang dianjurkan adalah intensitas sedang dan sekitar 40 menit.”
Untuk mengelola obesitas dan mencegah risiko komplikasi yang yang disebabkannya, pengobatan obesitas harus ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai dengan anjuran kesehatan. Ini akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan dan menurunkan risiko komplikasi yang berhubungan dengan obesitas.
Namun, ‘makan lebih sedikit, bergerak lebih banyak’ mengandung pemahaman bahwa penurunan berat badan hanya tentang diet dan olahraga, sementara faktor pemicu obesitas lainnya diabaikan. Meskipun latihan fisik memainkan peran penting dalam pola hidup sehat secara keseluruhan, itu bukan satu-satunya faktor dalam menangani obesitas.
Untuk itu, perlu melakukan konsultasi dengan tim profesional kesehatan — termasuk ahli diet, psikolog atau psikiater, atau tim profesional perawatan kesehatan lain – untuk membantu memahami dan membuat perubahan dalam pola makan dan aktivitas sehari-hari.
Obesitas secara global menunjukkan prevelansi yang tinggi dan tren meningkat. Pendekatan baru yang terkoordinasi dan berbasis data dilakukan sebagai bagian usaha pencegahan dan manajemen untuk mengurangi dampak pada individu, masyarakat, sistem kesehatan dan ekonomi.
“Obesitas adalah kondisi yang kompleks, yang memiliki dampak sosial dan psikologis yang serius. Obesitas ditemui di semua usia dan kelompok sosial-ekonomi dan dipandang sebagai ancaman baik di negara maju maupun berkembang. Usaha harus ditingkatkan, baik nasional maupun global, untuk mencegah kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak dan keluarga mereka untuk mengurangi kesenjangan kesehatan dan ekonomi, memperhatikan siklus generasi dan meningkatkan kualitas kehidupan,” dr. Dicky menyimpulkan.