Marketing.co.id – Berita UMKM | Tak dipungkiri, strategi co-branding memang bisa menjadi salah satu pilihan tepat bagi bisnis yang hendak melebarkan sayapnya. Pasalnya, strategi ini mampu mendorong bisnis untuk menghasilkan ide-ide segar serta unik, memperluas jangkauan pasar, hingga meningkatkan brand awareness.
Namun begitu, diperlukan perencanaan yang matang dan komprehensif mencakup berbagai aspek bisnis agar tujuan dari co-branding dapat tercapai dengan efektif.
ShopeePay Talk kembali hadir mengangkat topik bisnis yang belakangan kian marak, yaitu bagaimana bisnis dapat mengoptimalkan peluang kolaborasi sebagai upaya untuk memikat hati konsumen.
Mengusung tema ‘Kolaborasi Hasilkan Kreasi’, ShopeePay Talk turut dihadiri Stephanie Regina, Brand Enthusiast dan Founder & CEO Haloka Group, Sylvia, Co-Founder Kopi Soe dan Nikita Wiradiputri, CEO & Co-Founder Dear Me Beauty.
Eka Nilam Dari, Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay mengatakan, dalam lanskap industri saat ini, bisnis dihadapkan pada kesempatan yang tak terbatas untuk berinovasi dengan cara yang kreatif dan unik, salah satunya adalah strategi kolaborasi atau yang dikenal sebagai co-branding.
Terlepas dari ragam manfaat yang bisa didapatkan dari strategi kolaborasi, ShopeePay menyadari bahwa strategi ini bisa menjadi tantangan tersendiri bagi brand yang belum pernah menerapkannya.
“Semoga melalui kisah inspiratif dan insight seputar strategi co-branding bersama pembicara hari ini, ShopeePay Talk dapat memberikan jawaban bagi para pebisnis dalam mengusung strategi kolaborasi, memberikan gambaran dan ekspektasi terkait strategi ini, serta menjawab tantangan yang dihadapi dari strategi kolaborasi,” ujarnya.
Berikut adalah tiga kunci yang harus diperhatikan oleh bisnis saat ingin melakukan strategi co-branding:
Memilih mitra kolaborasi dengan nilai dan tujuan yang sejalan
Mengidentifikasi calon mitra kolaborasi yang memiliki nilai dan tujuan serupa dengan brand merupakan langkah penting ketika mengusung strategi kolaborasi. Nilai dan tujuan yang serupa bisa menjadi landasan hubungan kolaborasi yang kuat. Dengan begitu, kedua brand dapat menyamakan ekspektasi antara satu sama lain serta bersama-sama fokus untuk memberikan pengalaman terbaik kepada konsumen sesuai dengan nilai-nilai yang mereka junjung.
Sylvia, Co-Founder Kopi Soe menuturkan, Kopi Soe berupaya untuk senantiasa hadir sebagai brand dengan citra lokal yang kental. Berangkat dari situ, kolaborasi yang dilakukan cenderung melibatkan partner dengan value yang serupa, meski datang dari latar belakang dan industri yang berbeda. Pemilihan mitra kolaborasi yang tepat memudahkan Kopi Soe dalam menyusun strategi co-branding dan memperhitungkan dampak dari kolaborasi itu sendiri.
“Dalam menghimpun informasi tersebut, tentunya kami melakukan riset dan observasi yang komprehensif menyangkut tren, demografis konsumen, hingga nilai dan karakter yang dibawakan calon partner. Hal tersebut membuat kami mampu menjalankan kolaborasi yang apik namun tetap fleksibel dari segi proses kreatif,” ujarnya.
Kreasi dari konsumen dan untuk konsumen
Ide yang unik serta terobosan baru yang segar memang bisa menjadi tiket keberhasilan strategi co-branding. Namun, perlu diingat, konsumen merupakan poros utama dalam proses formulasi strategi hingga lahirnya produk kolaborasi yang kreatif. Dengan kata lain, output kolaborasi harus menjawab kebutuhan, ketertarikan, atau permasalahan yang berkaitan dengan konsumen.
Nikita Wiradiputri, CEO & Co-Founder Dear Me Beauty mengatakan, kolaborasi antarbisnis memang memiliki daya pikatnya tersendiri, salah satunya adalah kebebasan kita sebagai brand untuk mengeksplorasi dan bereksperimen menciptakan inovasi atau produk baru.
Terlebih, Dear Me Beauty sebagai people power brand selalu berusaha mendobrak batas industri kecantikan dengan menyuguhkan kombinasi produk berkualitas serta pengalaman yang tak terlupakan bagi konsumen.
“Untuk mencapai hal tersebut, kami berupaya melibatkan konsumen dalam tiap proses kreasi produk kolaborasi agar sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen. Sebab, kami memahami bahwa strategi ini bukan semata-mata untuk kebutuhan bisnis, tapi bagaimana kolaborasi bisa membawa hal baru dan di saat yang bersamaan juga menjawab kebutuhan konsumen. Tidak hanya produk, hal ini juga kami implementasikan pada layanan yang kami berikan, seperti menyediakan layanan pembayaran digital yang memang sesuai dengan kebutuhan konsumen di era digital ini,” katanya.
Tetap konsisten dengan karakteristik brand
Strategi co-branding cukup menjadi tantangan bagi brand dalam mempertahankan jati dirinya di tengah usaha mempersatukan ide dan pendapat dengan brand yang berbeda. Salah satu cara yang dapat diterapkan oleh brand untuk menyiasati hal tersebut adalah dengan mengenali kelebihan serta ciri khas sehingga mampu menyusun strategi komunikasi yang tepat dan beriringan dengan objektif kolaborasi.
Menurut Stephanie Regina, Brand Enthusiast dan Founder & CEO Haloka Group, co-branding secara langsung atau tidak akan mengekspos brand pada jangkauan konsumen yang makin luas. Terkait hal tersebut, tentu brand ingin membuat impresi yang tepat, terukur, dan konsisten.
Maka dari itu, citra serta karakteristik yang khas merupakan pondasi yang harus dipegang teguh oleh brand ketika melangsungkan strategi ini. Brand perlu melakukan perencanaan yang matang, bahkan sebelum menjalankan kolaborasi.
Dengan mengelaborasikan kebutuhan dan objektif dari kolaborasi, brand dapat memilih mitra kolaborasi yang akan melengkapi kekurangan sekaligus menonjolkan daya pikat dari masing-masing brand sehingga menghasilkan co-branding yang harmonis.