Penyanyi Rock

0
[Reading Time Estimation: 3 minutes]

Hari itu pesawat Ed-Force One Boeing 757 mendarat di bandara Soekarno Hatta. Dengan nama “Force One” di belakangnya, pesawat ini bukan pesawat khusus presiden Amerika Serikat, melainkan pesawat yang mengangkut personil band yang akan “manggung” di Jakarta dan Bali keesokan harinya.

Iron Maiden, grup musik heavy metal dari Inggris itu sudah dinanti-nantikan oleh penggemarnya di Indonesia. Mereka umumnya adalah kelompok yang di tahun 1980-an berusia remaja. Kini sebagian dari mereka sudah menjadi kelompok mapan dan menduduki jabatan penting di perusahaan. Tak mengherankan, beberapa teman yang kini menduduki jabatan manajer, direktur, dan owner sudah memesan tiket dari jauh-jauh hari.

Lucunya, pada saat konser mereka memakai kaos-kaos bernuansa heavy metal dengan gambar-gambar seram. Jauh dari kebiasaan mereka pada saat bekerja yang terlihat rapi dan berwibawa di depan karyawan mereka.

Musik heavy metal sering diidentikkan dengan kebebasan, kekerasan, setan, minuman keras, dan seks bebas. Namun, tidak semua identitas tersebut lekat dengan para konsumennya. Hari itu tidak ada kekerasan, konsernya berjalan mulus dan tertib. Tak mengherankan, penonton Iron Maiden itu banyak para eksekutif pekerja keras yang sudah mapan dan bisa jadi mereka juga seorang family man yang hidup dan bekerja keras demi keluarga.

Iron Maiden punya ikon Eddie, pria monster berwajah setan yang beberapa narasinya menggambarkan dia sedang membunuh orang. Tapi vokalis Iron Maiden, Bruce, adalah ayah yang baik bagi tiga orang anaknya. Selain vokalis, dia adalah seorang pilot pesawat. Dialah yang menerbangkan pesawat Ed Force One keliling dunia untuk konser di berbagai negara.

Jabatan lain dia adalah marketing director Aestreus Airline. Bruce juga pengusaha dan juara anggar. Kerajaan Inggris memberikan gelar bangsawan kepada dia karena jasanya pada negara, antara lain pernah memiloti pesawatnya sendiri untuk menjemput warga Inggris yang terjebak konflik Lebanon, membawa sekelompok pilot keluar dari Afganistan, dan menerbangkan para fans sepakbola Inggris ke Israel. Hidupnya juga jauh dari obat-obatan dan narkotika. Bruce adalah seorang hero bagi negaranya, jauh berbeda dibandingkan pada saat konser, ketika dia menyanyi dengan lirik seram dan berkomunikasi dengan kata-kata kotor di atas panggung.

Banyak orang memiliki multikarakter dalam hidupnya. Seperti Hudson sidrom, penyanyi yang memerankan dua karakter (pria dan wanita) di atas panggung. Kadang-kadang kepribadian yang terlihat bukan 100% kepribadian dia yang sebenarnya. Seorang pelawak yang pintar melucu di depan ratusan orang bisa jadi seorang yang sangat serius dalam kesehariannya. Seorang profesor yang serius bisa jadi seorang pemain band rock.

Di dunia marketing, pasar kerap dibagi atas dasar unsur psikografis, seperti life style, kepribadian, dan juga nilai-nilai (value) yang diyakini konsumen. Pembagian pasar seperti ini memang terlihat lebih mendalam dan tajam dibandingkan atas dasar demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan lain-lain. Itulah sebabnya ada merek atau produk yang menyasar kelompok konsumen seperti fun seeker (pencari kesenangan), altruitis (perhatian dengan isu-isu sosial), intimates (mendambakan relationship dan family oriented), dan lain-lain.

Dibandingkan segmentasi demografis yang terlihat lebih nyata (seperti melihat jenis kelamin seseorang maupun pekerjaannya), unsur psikografis konsumen memang lebih sulit ditebak. Membagi pasar atas dasar ini membutuhkan keruwetan sendiri, tidak bisa dilakukan lewat riset observasi sederhana. Jika dilakukan, Anda hanya mendapatkan gambaran seorang penyanyi heavy  metal, bukan ayah yang penyayang. Riset yang dilakukan cukup detail dan membutuhkan interview mendalam untuk menggali nilai-nilai si konsumen. Selain itu, sejalan perkembangan zaman, bisa juga terjadi pergeseran nilai-nilai di mata konsumen.

Dengan kerumitan ini, banyak marketer yang lebih senang melihat pasar secara sederhana atas dasar demografis, seperti pria-wanita atau anak-anak dan remaja. Padahal pada saat kompetisi yang Anda hadapi demikian ketat dan memaksa Anda masuk ke ceruk pasar yang lebih sempit, unsur psikografis bisa lebih membantu Anda membagi pasar secara lebih menarik. Jadi, pada saat itu Anda harus mulai memandang pasar bukan sekadar pria-wanita, tetapi juga unsur-unsur psikografis yang melekat pada dirinya. Sederhananya, Anda harus memilih target pasar yang akan dibidik: penyanyi heavy metal garang atau ayah penyayang? Ataukah keduanya melekat pada konsumen Anda? (www.marketing.co.id)