Beberapa waktu lalu ramai orang bicara bahwa daya beli masyarakat turun. Hal tersebut dipicu oleh data yang menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat turun ditambah dengan berita tutupnya seluruh gerai ritel 7-Eleven di Indonesia, serta diamini oleh hampir seluruh pelaku bisnis sektor ritel. Data Nielsen juga menunjukkan bahwa penjualan di ritel modern untuk hampir seluruh kategori produk mengalami penurunan. Namun, analisis beberapa ekonom mengerucut pada kesimpulan bahwa tudingan terhadap daya beli masyarakat yang turun sebagai biang kerok bagi lesunya penjualan ritel modern, salah sasaran.
Data yang dirilis oleh beberapa pemain e-commerce menunjukkan arah sebaliknya. Transaksi di Bukalapak menembus Rp1 triliun per bulan. Bahkan, Tokopedia menikmati nilai transaksi bulanan lebih dari Rp1 triliun. Data tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa pergeseran pola belanja konsumen semakin menguat. Terlebih pada 5ā10 tahun ke depan saat struktur demografi akan didominasi oleh generasi Y dan Z, yang digital native.
Konsep O2O (offline-to-online-to-offline) menjadi hal yang perlu disikapi dengan sangat serius. Membangun sinergi antara offline dan online channel untuk meningkatkan daya saing. Dalam kunjungan saya ke Inggris, Agustus lalu, saya sempat mengamati sebuah peritel besar yang menerapkan konsep O2O dengan baik, yaitu Dunelm.
Dunelm, yang berdiri pada tahun 1979, merupakan peritel yang menyediakan produk-produk home ware di Inggris. Di tahun 2016 penjualannya mencapai GBP881 juta melalui lebih dari 160 store dan web store, dan laba bersihnya tahun lalu mencapai sekitar GBP100 juta.
Dunelm mengimplementasikan strategi 4P di web store-nya, yang dibangun pada tahun 2006, dengan sangat baik. Dalam hal produk, web store Dunelm memuat sekitar 17.500 item. Prinsip merchandising yang diterapkan di web store menciptakan user experience (ux) yang menyenangkan. Harga jual di sana diatur konsisten dengan di store. Place bagi Dunelm adalah soal menawarkan pengalaman dan produk yang tepat bagi setiap pengunjung web store-nya. Dunelm juga menawarkan akses mobile ke web store sehingga pelanggan dapat menggunakan smartphone atau tabletnya mencari produk dan lokasi store. Promosi bagi Dunelm adalah tentang mendorong pengunjung menggunakan channel yang tersedia bagi semua, seperti search, affiliate, dan display. Promosi ke pelanggan lama menggunakan e-mail marketing dan program CRM.
Beberapa pelaku bisnis ritel di Indonesia sudah mulai membangun konsep O2O. Namun, sepertinya belum berjalan sebagaimana diharapkan. Diperlukan strategi yang jelas sejak awal agar online channel membentuk sinergi yang berdampak positif terhadap offline channel, bahkan meningkatkan daya saing. Itulah sebabnya Wal-Mart sedang menyiapkan online channel. Dan sebaliknya, Amazon membangun offline channel-nya dengan mengakuisisi Whole Food Market Inc. senilai US$13,7 miliar, yang akan memberikan ratusan toko fisik bagi Amazon. Alibaba sudah memulai inkubasi konsep grocery store Hema sejak dua tahun lalu. Saat ini sudah 13 toko beroperasi di Shanghai dan Beijing. Tidak berhenti sampai di situ, Alibaba juga sudah mencapai kesepakatan senilai US$2,6 miliar untuk menguasai Intime Retail Group Co., yang mengelola 29 department store dan 17 shopping mall. Semuanya itu dilakukan untuk mendapatkan sinergi optimal O2O dan meningkatkan daya saing. Soalnya, siap atau tidak era digital akan terus mendorong gelombang disruption ke segala sektor. Dan akan menggulung siapa saja yang tidak siap beradaptasi dalam kompetisi di era digital.
Suhartono Chandra
President Chapter DKI Jakarta Asosiasi Manajemen Indonesia
e-mail: MarketingSparks@yahoo.com
MM.09.2017/W