Staples bisa menjadi contoh yang bagus tentang ritel office supplies yang lahir secara brick and mortar, tapi berhasil masuk ranking 3 besar Top 10 E-Retailers di Amerika Serikat. Dengan kata lain berangkat dari format brick and mortar, Staples kini berusaha menembus dan compete di format online. Tapi apakah perjalanan ini mulus?
Sebagai salah satu ritel penyedia peralatan kantor, Staples berangkat dari format brick and mortar sejak membuka toko fisik pertamanya pada tahun 1986 di Brighton, Massachusetts. Perusahaan yang berbasis di Framingham, Massachusetts, Amerika Serikat ini kini mempunyai sekitar 2.000 toko fisik yang tersebar di 26 negara di seluruh dunia, seperti Australia, Austria, Brazil, China, Finlandia, Perancis, Jerman, India, Italia, Norwegia, Portugal, UK, dan tentu saja Amerika Serikat.
Staples menjual persediaan untuk peralatan dan mesin-mesin untuk kantor, furniture, teknologi, serta produk-produk untuk keperluan promosi. Ide dari Staples muncul dari seorang bernama Thomas G. Stemberg sebagai pendirinya, yang mempunyai background dalam bisnis toko kelontong. Ia kerap menemui kesulitan dalam mencari kebutuhan kantor seperti misalnya pita tinta untuk printernya, terutama pada hari-hari libur nasional.
Kini setelah beroperasi sekian lama, Staples ingin memutarbalikkan keadaan supaya bisa meningkatkan penjualannya dengan mengikuti jejak Amazon. Toko ritel Staples yang sudah menjadi distributor global yang ternama untuk peralatan kantor selama beberapa dekade, kini berencana untuk merombak bisnisnya untuk meningkatkan penjualan yang sedikit menurun atau tetap dalam kondisi flat selama sekitar 5 tahun lebih.
Staples berencana untuk melakukan beberapa terobosan seperti menutup banyak toko-toko fisiknya. Staples bahkan berencana untuk menutup sekitar 225 toko di Amerika Utara sampai pada akhir tahun 2015 nanti. Penutupan toko ini tentu mengurangi jumlah toko fisiknya secara cukup signifikan, yaitu sekitar 12% sampai 15% dari keseluruhan tokonya yang akan berjumlah sekitar 1.800. Ini dilakukan dengan harapan bisa memangkas biaya dan menghemat sebesar 500 juta dolar, seiring semakin banyak konsumen yang memilih untuk belanja online.
“Pelanggan kami semakin mengurangi pemakaian alat-alat kantor, dan mereka semakin jarang berbelanja langsung di toko-toko. Sementara kondisi pasar semakin kompetitif.” Begitu penjelasan Ronald L. Sargent, Chairman dan Chief Executive dari Staples. Dengan demikian, Staples mencoba untuk mendorong ekspansi secara online.
Jadi sekarang sementara penjualan secara brick and mortar dalam kondisi flat cenderung menurun, tapi penjualan online meningkat. Secara data, penjualan brick and mortar turun sekitar 7%, sementara penjualan online meningkat 10%. Situs Staples.com kini mampu memberikan kontribusi penjualan hampir setengah dari total penjualan perusahaan.
Perusahaan berusaha untuk menggenjot pertumbuhan penjualan secara online dengan menggenjot situsnya, Staples.com. Salah satu strateginya adalah melakukan ekspansi inventori di situs Staples.com sebanyak lima kali lipat dibanding tahun lalu, menjadi sekitar 500.000 produk. Ronald mengatakan bahwa perusahaan akan terus menambah inventori produk setiap harinya dan berharap inventorinya akan bisa di-lipat-tiga-kan menjadi 1.5 juta produk pada akhir tahun 2014 ini.
Ekspansi ini mencakup kategori produk baru bagi Staples seperti produk-produk industri untuk keperluan restoran dan toko-toko ritel, plus juga sampai ke produk-produk rumah tangga umumnya seperti kopi. “Kami menambah investasi untuk meningkatkan pertumbuhan online dan kategori produk di luar lingkup alat-alat kantor”. Demikian penjelasan Christine Komola, Chief Financial Officer Staples. “Sementara itu kita juga turut memangkas area / jaringan toko-toko ritel fisik”.
Dari segi brand, Staples juga menyegarkan kembali mereknya. Perusahaan mengubah logonya dan meluncurkan kampanye promosi baru untuk mengubah image mereka dari toko penyedia kertas dan printer menjadi toko yang menyediakan “segalanya”. Staples memang berusaha untuk berubah menjadi seperti Amazon dan Wal-Mart.
Tagline kampanye atau promosi diubah menjadi , “Make More Happen”. Logo baru Staples mengganti huruf “L” menjadi produk-produk seperti furniture, sepatu, botol air, atau produk-produk lain untuk memperlihatkan bahwa toko Staples kini menjual lebih banyak pilihan dari sekadar peralatan kantor.
Staples meningkatkan investasinya untuk mendongkrak performa online dan mobile-nya supaya bisa memberikan pengalaman berbelanja multi-channel yang unik, terutama untuk para pelanggan bisnisnya. Kategori-kategori produk yang diunggulkan adalah fasilitas-fasilitas untuk mesin fotokopi dan print, produk teknologi, dan masih juga produk peralatan kantor.
Supaya bisa men-support pertumbuhan dan merespons perubahan kebutuhan konsumen, Staples juga membenahi supply chain dan pelayanan pelanggannya. Dengan menyelaraskan perusahaan dengan pemahaman yang bagus mengenai kebutuhan pelanggan bisnis, maka Staples akan mampu mempunyai posisi yang lebih baik untuk dapat menjalankan strategi supply chain dan mengelola aset toko-toko fisiknya.
Harapan Staples dalam melakukan ekspansi ke online secara besar-besaran adalah supaya tercapainya produktivitas. Ini dilakukan dengan melakukan pemangkasan area fisik ritelnya sampai akhir tahun fiscal 2015 nanti. Selain melakukan penutupan toko, Staples juga melakukan perampingan (downsizing) dan relokasi khususnya di daerah Amerika Utara, yang sudah dimulai sejak tahun 2012 lalu.
Selain itu untuk mengurangi kompleksitas dan meningkatkan keuntungan untuk daerah operasi di Eropa, Staples melakukan restrukturisasi. Restrukturisasi dilakukan dengan cara menutup toko-toko fisiknya sambil menunjuk John Wilson sebagai President untuk Staples Eropa dan akan menempati Amsterdam sebagai kantornya. John dianggap mempunyai pengetahuan yang bagus tentang industri yang digeluti Staples dan sudah mempunyai track record yang terbukti dalam meningkatkan performa perusahaan.
Kini pelanggan Staples berbelanja dengan 2 cara, datang langsung ke toko, dan juga online. Tapi karena ada begitu banyak pesaing, Staples memilih jalur untuk lebih berekspansi ke online dan mengurangi format brick and mortar-nya. Alasan utamanya adalah supaya bisa mencapai produktivitas yang lebih tinggi dan memangkas biaya-biaya yang tak perlu. Dengan demikian Staples bisa punya kekuatan dan keleluasaan lebih untuk bersaing.
Hasilnya secara data, penjualan brick and mortar yang turun sekitar 7% dan cenderung flat, bisa sedikit dipulihkan dengan peningkatan penjualan secara online sekitar 10%. Bahkan kini situs Staples.com kini mampu memberikan kontribusi penjualan hampir setengah dari total penjualan perusahaan dan Staples menempati ranking 3 besar daftar The Top 10 E-Retailers in the US (Sumber: Internet Retailer 2014 Top 500 Guide), mengikuti Amazon dan Apple yang bertengger di urutan 1 dan 2.
Memang jika ingin fokus pada salah satu, baik itu brick and mortar atau online, memang ada pengorbanan yang harus dilakukan. Staples memilih mengorbankan toko-toko fisiknya. Tapi untuk ke depannya, tidak mungkin bagi ritel sekelas Staples pun untuk dapat menutup brick and mortar-nya sama sekali.
Ivan Mulyadi