www.marketing.co.id – Di Indonesia, perusahaan menengah ke bawah masih kurang memperhatikan market intelligence dibandingkan perusahaan menengah ke atas. Perusahaan multinasional sangat peduli dengan kegiatan ini, bahkan sampai mendirikan departemen khusus guna menangani hal tersebut.
Hal itu berbanding terbalik dengan perusahaan nasional. Karenanya, perusahaan seperti itu diperkirakan sulit untuk berkembang dengan baik. Bahkan kalau sudah ada pesaing yang cukup andal, aktivitas penjualan produk mereka berangsur-angsur surut. Berikut hasil petikan dengan Frans Royan, seorang konsultan bisnis dan training.
Apa yang dimaksud dengan kegiatan market intelligence?
Kegiatan market intelligence merupakan kegiatan yang lebih banyak dilakukan oleh tim terlatih untuk mendapatkan informasi, digunakan untuk menyelesaikan segala perkara yang berhubungan dengan rencana dan strategi pemasaran. Informasi itu dikumpulkan, diuji, dipecahkan, dijelaskan, dan ditafsirkan berhubungan dengan situasi dan kondisi pesaing, serta berusaha mengamankan rahasia-rahasia khusus yang berkaitan dengan perusahaan.
Kegiatan market Intelligence tentunya dilakukan oleh orang-orang terlatih yang bisa melakukan penyamaran, sehingga objek yang dimintai informasi tidak merasakan jika sedang disatroni seorang market intelligence. Seorang market intelligence juga mengetahui sumber-sumber informasi dan memanfaatkan segala hal sebagai sumber informasi. Sambungan telepon hingga tong sampah pun bisa dimanfaatkan sebagai sumber informasi dalam kegiatan ini.
Seberapa penting kegiatan market intelligence bagi perusahaan dalam pengembangan pasar?
Menurut saya sangat penting, sebab tanpa market intelligence perusahaan seolah-olah memasarkan produk di dalam kegelapan. Sudah banyak perusahaan mengalami kegagalan dalam memasarkan produk-produk barunya hanya karena kurang banyak menggali, mengetahui, dan menyentuh bagian paling mendasar, yaitu informasi tren produk dan perilaku konsumen, juga kegiatan yang dilakukan oleh para pesaingnya.
Sedangkan bagi produk market leader yang tidak memiliki aktivitas market intelligence, kelengahannya dari terobosan market intelligence para pesaing dapat memperburuk kondisi pemasaran produk.
Apakah sudah banyak perusahaan Indonesia yang melihat pentingnya melakukan aktivitas ini?
Angka pasti tidak bisa diperkirakan, sebab nampaknya belum ada survei tentang ini. Menurut pandangan saya, tentunya mereka sudah mengetahui soal pentingnya market intelligence. Tapi dalam implementasinya, mereka masih menganggap bahwa kegiatan ini akan membebani perusahaan sebagai biaya.
Bahkan ada yang masih ragu akan pentingnya “aktivitas market intelligence” yang bisa membawa dampak pada perusahaan di sisi keunggulan bersaing, survive, atau terhindarkan dari copy-paste oleh pesaing baik di sisi strategi pemasaran maupun implementasi-implementasinya. Kalau dihitung, perusahaan yang serius melakukan dan mendirikan departemen khusus untuk aktivitas ini masih dapat dihitung dengan jari.
Apa saja kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan market intelligence?
Kendala yang krusial adalah kebutuhan SDM dalam melakukan aktivitas ini—sebab memang tidak ada sekolah khusus soal ini, kendala biaya, prototype program market intelligence itu sendiri, dan adanya anggapan departemen ini seolah masih kurang penting dibanding dengan departemen sales dan marketing. Meskipun kenyataan sebenarnya, market intelligence adalah bagian dari sales dan marketing.
Kendala lainnya adalah kesulitan di lapangan, sebab tidak semudah yang kita baca di literatur bahwa kegiatan market intelligence bisa diuraikan dengan kalimat yang lancar. Di lapangan sangat berbeda. Butuh waktu, butuh ketahanan metal dan fisik, butuh kecerdikan, bahkan tipu daya yang tentunya sulit dilakukan oleh seorang yang moral dan spritualnya tinggi.
Kegiatan ini ada posisi dimana kita merugikan orang lain dan membuat untung pihak pencari informasi. Mungkin kalau diistilahkan dengan kata-kata lain, market intelligence akan mencetak si “raja tega” baru. Oleh sebab itu, muncul dilema. Apakah kegiatan ini termasuk etis secara bisnis atau tidak. Etis selama pencarian informasi dilakukan secara jujur. Tapi kenyataannya di lapangan, banyak tidak jujurnya dalam aktivitas ini.
Apa saja bentuk kegiatan yang bisa dilakukan?
Kegiatan yang paling umum adalah wawancara dengan konsumen. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan terbuka. Konsumen bisa saja bekerja sama dengan berbagai pemasar dari perusahaan lain. Dari sini, pihak market intelligence dapat menggali berbagai informasi yang bersifat umum: tren produk yang sedang dipasarkan saat ini, kebiasaan konsumen secara umum, sampai dengan omzet pembelian konsumen.
Biasanya, informasi apa saja yang ingin diperoleh?
Pertama, informasi yang paling sering dicari dan digali oleh perusahaan adalah seberapa besar omzet penjualan kompetitor, sehingga kalau ada investor akan menghasilkan produk serupa dan memasarkannya, paling tidak bisa mendapatkan gambaran seberapa besar market share yang akan diraihnya, serta jangka waktu ROI (return on investment).
Kedua, informasi mengenai jumlah pelanggan potensial, jumlah mitra dalam jaringan distribusinya, sampai jumlah SDM yang dimiliki, bahkan—bukan rahasia umum—sejauh mana kecanggihan software pengendali pemasaran perusahaan pesaing.
Ketiga, informasi strategi pemasaran juga termasuk hal yang sering ingin didapat oleh pihak yang beraktivitas dalam market intelligence. Seperti, strategi distribusi, strategi promosi yang di dalamnya mencakup informasi tentang jumlah biaya yang akan dikeluarkan untuk program promosi, dan jenis-jenis program promosi yang akan diluncurkan.
Menurut Anda, apakah wajar jika sampai perlu menempatkan orangnya di perusahaan kompetitor dalam rangka penggalian informasi?
Secara etika bisnis, hal ini sebenarnya tidak betul. Namun, dalam praktek ada yang melakukannya, meskipun tidak secara terang-terangan. Ketika ketahuan, dampak permasalahan yang ditimbulkan bisa sangat pelik.
Apakah ketersediaan biaya berpengaruh terhadap informasi yang digali?
Ya, informasi dari aktivitas market intelligence bukanlah infomasi matang yang langsung bisa digunakan untuk mengambil keputusan dalam strategi pemasaran. Informasi tersebut perlu digodok, bahkan perlu dinyatakan atau dicocokkan dari data riset. Nah, untuk riset tentunya dibutuhkan biaya yang cukup besar. Selain itu, untuk mendapatkan informasi dengan soft tentu dibutuhkan pihak ketiga yang bisa menjalankannya. (Fisamawati)