Service Positioning

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

www.marketing.co.id Janji berlebihan menimbulkan kesan over promise jika tidak mampu dideliver. Ujung-ujungnya pelanggan kecewa. Akan tetapi dalam dunia jasa, janji merupakan suatu keunikan tersendiri.

Ada dua jenis janji yang sering diimplementasikan dalam dunia jasa, yakni yang berbasis pada ‘’inheritant benefit” dan “external incentive”. Yang pertama lebih langgeng walaupun lebih sulit ditepati. Sedangkan yang kedua tidak bersifat branding, tapi sangat mudah dieksekusi. Walaupun keduanya bisa dipergunakan, namun dalam kaitan dengan branding, saya lebih menyarankan menggunakan janji yang bersifat inheritant benefit. Dengan menggunakannya, maka perusahaan akan mampu bersaing secara sehat. Apa itu inheritant benefit dan external incentive?

Inheritant benefit adalah sebuah motivasi pembelian oleh pelanggan berdasarkan pada benefit yang ditawarkan dan keunggulan dari sebuah merek jasa. Sedangkan external incentive adalah motivasi pembelian yang tidak berasal dari keunggulan merek, namun berdasarkan pada insentif tambahan seperti diskon, harga murah, potongan harga, hadiah yang banyak, tambahan ini dan itu.  Secara jangka pendek memang pilihan kedua ini lebih menjanjikan sales, tetapi secara jangka panjang akan sangat memperburuk citra.

Pilihan pertama, membangun motivasi pembelian dari inheritant benefit terutama dalam industri jasa berarti mendeliver layanan yang unggul. Service bersifat “personalized” dan sangat subyektif. Lantaran sebagian besar dideliver oleh manusia,  maka variability sangat tinggi, sehingga mendeliver inheritant benefit berarti sesuatu yang sangat sulit. Jelas jika menunggu sampai perusahaan mampu mendeliver benefit ini, maka klaim dan pesan layanan unggul tidak akan pernah bisa digunakan sebagai sebuah tagline. Sebab membangun inheritant benefit berarti membangun budaya, dan yang namanya budaya tidak pernah ada habisnya. Budaya adalah sebuah journey.

Saran saya gunakan pedang bermata dua. Janji ke pelanggan dapat juga dianggap sebagai imbauan internal agar segera memperbaiki diri dan memampukan diri untuk mendeliver janji tersebut. Tidak menggunakan tagline yang bernada inheritant benefit juga akan membuat perusahaan sulit berkompetisi. Jika digunakan, persoalannya hanyalah masalah internal, bukan? Oleh sebab itu, ajak semua jajaran untuk mulai menggunakan “customer driven culture” sebagai senjata berperang. Secara konsisten perangkat infrastruktur, perlengkapan, pelatihan, komunikasi internal, dan dimensi SDM dapat didesain untuk menunjang terdelivernya janji ini kepada pelanggan. Bukankah dengan demikian terjadi akselerasi pencapaian suatu tingkat service culture dalam perusahaan? Selamat bekerja. (Yuliana Agung)