www.marketing.co.id – Memang mudik ke kampung halaman sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Maka jangan heran kalau menjelang hari Lebaran gelombang pemudik selalu memenuhi angkutan-angkutan umum.
Para pemudik pastinya membawa dana yang tidak sedikit dan setidaknya bisa menghidupkan perekonomian di tempat tujuan.
Bank Indonesia memperkirakan nilai transaksi yang terjadi pada masa mudik tersebut hampir mencapai Rp 100 triliun. Masyarakat yang mudik diperkirakan sekitar 22 juta pemudik, baik dari kota kecil maupun kota besar.
Dengan dana sebesar itu kemana uang itu mengalir? Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas, mengungkapkan:
- 68% dari responden yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara, menghabiskan dana Rp 1 juta-Rp 3 juta untuk berbuka puasa dan sahur selama sebulan.
- Jakarta dan Bandung, hanya 48%responden yang mengalokasikan anggaran yang sama.
- Palembang, Sumatera Selatan, ada 14,3% responden yang mengalokasikan dana lebih dari Rp 10 juta untuk membiayai tradisi mudiknya.
- Sementara rata- rata 74,57% dari seluruh responden mengalokasikan anggaran di bawah Rp 5 juta untuk bekal mudiknya tahun 2012.
Di contohkan oleh salah satu pemudik yang akan mudik ke Semarang. Prabowo (32), karyawan swasta di Jakarta, dia mengalokasikan anggaran Rp 13 juta untuk membiayai mudiknya selama seminggu. Uang itu, antara lain, dipakai untuk dibagikan kepada keluarga dan tetangga serta jajan di kampung halaman. Selain itu, dia juga menyiapkan uang untuk zakat.
Jadi bisa dipastikan rata-rata pemudik mengalokasikan dana Rp 14 juta per orang untuk pulang kampung, diperkirakan dana yang dianggarkan oleh semua pemudik asal Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai Rp 147 triliun. Itu dengan asumsi jumlah pemudik dari Jabodetabek mencapai 10,55 juta orang.
M Maksum selaku Guru Besar Sosial Industri Pertanian UGM mengatakan, agar uang yang dibelanjakan pemudik tidak habis untuk belanja konsumtif, ada baiknya kepala desa atau rukun tetangga mendorong pemudik berinvestasi secara nyata. Misalnya, mengajak pemudik membangun desa, seperti jalan, tempat ibadah, atau sarana dan prasarana sosial lain.
”Biasanya orang desa yang ke kota dan pulang ke kampung halamannya cenderung senang kalau dilibatkan berpartisipasi dalam pembangunan pedesaan,” katanya.
Selaim itu, secara terpisah, ekonom Fadhil Hasan berpendapat, uang Lebaran adalah pendapatan perseorangan yang penggunaannya tergantung dari kebutuhan individu. Agak sukar pengorganisasiannya kecuali jika pemerintah daerah bisa mengarahkan dana tersebut ke kelembagaan lokal di tingkat desa.
”Perlu gerakan yang tumbuh dari masyarakat sendiri untuk mengarahkan dana Lebaran ke sektor yang jangka panjang, seperti membangun sarana umum di desa,” ungkapnya. Kompas.com