AI Bikin Agen Contact Center Semakin Stres? Begini Fakta di Baliknya

0
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

AI seharusnya membantu agen contact center bekerja lebih efisien. Namun, survei terbaru menunjukkan banyak agen justru makin stres karena tekanan dari sistem otomatis yang terus memantau. Inilah penyebab dan solusinya.AI seharusnya membantu agen contact center bekerja lebih efisien. Namun, survei terbaru menunjukkan banyak agen justru makin stres karena tekanan dari sistem otomatis yang terus memantau. Inilah penyebab dan solusinya.

Marketing.co.id – Berita Marketing | Ketika teknologi AI mulai diterapkan di contact center, harapannya adalah membantu agen bekerja lebih cepat, menyelesaikan lebih banyak panggilan, dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Namun, di banyak perusahaan hasilnya justru kebalikannya.

Menurut survei terbaru dikutip dari CX Today, 75% pemimpin contact center kini khawatir AI justru memperburuk stres kerja para agen. Riset ICMI juga mencatat, 45% organisasi dan 55% contact center tidak pernah mengukur kepuasan atau stres karyawan. Akibatnya, dampak psikologis dari penerapan AI sering kali luput dari perhatian.

Baca Juga: [Lengkap] Strategi Layanan Pelanggan yang Bikin Bisnis Anda Naik Kelas

Sistem AI di contact center bisa memantau nada suara, mendeteksi emosi pelanggan, dan memberi rekomendasi secara real-time. Kedengarannya canggih, tapi bagi agen situasi ini terasa seperti diawasi terus-menerus oleh mata digital yang tak pernah berkedip.

Setiap kalimat, nada, hingga jeda dinilai oleh algoritma. Jika AI memberi peringatan atau saran yang harus segera diikuti, beban kognitif meningkat. Alih-alih membantu, AI justru menambah tekanan. Agen harus berpikir cepat sambil menyeimbangkan empati dan skor performa. “AI bisa membuat agen kehilangan otonomi dan rasa percaya diri,” kata seorang pakar CX. “Padahal empati dan penilaian manusia adalah inti dari layanan pelanggan yang baik.”

Burnout yang Tak Terlihat

Burnout di dunia contact center kini bukan sekadar karena volume kerja tinggi, tetapi karena interaksi terus-menerus dengan sistem otomatis yang menuntut kesempurnaan. Agen takut salah bicara karena khawatir penilaian AI menurunkan skor mereka. Dalam jangka panjang, hal ini membuat mereka cepat lelah, kehilangan motivasi, dan akhirnya keluar dari pekerjaan.

Menurut Frost & Sullivan, mengganti satu agen contact center bisa menelan biaya US$30.000–40.000. Jika sebuah perusahaan memiliki 1.000 agen dan tingkat turnover 40%, total kerugian bisa mencapai US$16 juta per tahun. Lebih parah lagi, tingkat attrition di industri contact center naik dari 42% pada 2022, menjadi 60% saat ini.

AI Harus Jadi Co-Pilot Bukan Pengawas

Solusi dari masalah ini bukanlah menghentikan penggunaan AI, tetapi mengubah cara kita mengimplementasikannya. Agen harus tetap punya otoritas untuk mengabaikan rekomendasi AI jika mereka yakin keputusan manusia lebih sesuai dengan konteks pelanggan. Langkah sederhana seperti ini bisa meningkatkan rasa percaya diri dan memperkuat kolaborasi manusia–mesin.

Selain itu, intervensi secara real-time perlu dibatasi. Tidak semua situasi membutuhkan saran instan dari AI. Pelatihan pasca-panggilan bisa lebih efektif tanpa menambah stres selama percakapan berlangsung.

Menemukan Keseimbangan Baru di Dunia CX

AI seharusnya memperkuat manusia, bukan menggantikannya. Teknologi terbaik adalah yang mampu membantu agen berpikir lebih baik, bukan yang membuat mereka takut salah. Perusahaan yang berhasil menyeimbangkan efisiensi teknologi dengan kesejahteraan manusia akan menuai hasil di antaranya agen yang lebih loyal dan berpengalaman, pelanggan yang lebih puas, dan budaya kerja yang lebih sehat.

Baca Juga: 7 Pedoman Dasar Layanan Pelanggan di Media Sosial

AI bisa menganalisis ribuan percakapan dan menemukan pola perilaku pelanggan. Tapi hanya manusia yang bisa mendengar dengan empati, memahami emosi, dan membangun kepercayaan. Pertanyaan besarnya kini bukan lagi “Apakah kita perlu AI?”, melainkan “Apakah kita membangun AI yang membantu manusia berpikir lebih baik, atau yang membuat mereka berhenti berpikir sama sekali?” Karena, pelanggan tidak mengingat algoritma, mereka mengingat bagaimana manusia di seberang telepon membuat mereka merasa.