

Langkah ambisius Amazon menuju otomatisasi besar-besaran memicu perdebatan global tentang masa depan tenaga kerja dan efisiensi industri logistik.
Marketing.co.id – Berita Digital | Bayangkan sebuah gudang raksasa yang nyaris sunyi. Tak ada lagi hiruk pikuk pekerja, hanya deru lembut mesin dan dengungan robot yang bergerak presisi — memilih, mengangkat, dan mengirimkan ribuan paket setiap menit. Inilah gambaran masa depan yang sedang disiapkan Amazon.
Menurut laporan The New York Times, perusahaan eCommerce terbesar di dunia ini tengah menyiapkan strategi besar untuk mengotomatiskan 75% operasionalnya. Amazon berencana tidak merekrut lebih dari 600.000 pekerja manusia yang sebelumnya diproyeksikan dibutuhkan hingga 2027, dan menggantinya dengan sistem robotik canggih.
Revolusi di Balik Gudang Sunyi
Selama dua dekade terakhir, Amazon menjadi simbol dari bagaimana teknologi mengubah cara dunia berbelanja dan bekerja. Berawal dari jualan buku, kini perusahaan yang didirikan Jeff Bezos itu memiliki jaringan lebih dari 1,2 juta pekerja di AS saja.
Namun, pertumbuhan yang cepat juga membawa biaya yang besar. Melalui dokumen internal yang bocor terungkap bahwa Amazon dapat menghemat sekitar 30 sen untuk setiap produk yang dikemas dan dikirim bila digantikan robot.
Sebuah efisiensi kecil di level unit, tapi berarti miliaran dolar di level global. Tak heran jika para eksekutif Amazon menyebut inisiatif ini sebagai “transformasi besar berikutnya”. Bukan hanya untuk perusahaan, tapi juga untuk industri logistik dunia.
Baca Juga: Nyaris Bangkrut! Ini Cara Jeff Bezos Bangkit dari Kerugian Bisnis
Sebenarnya, Amazon sudah lama bersahabat dengan robot. Sejak mengakuisisi Kiva Systems pada 2012, ribuan robot telah membantu mempercepat proses pemenuhan pesanan di gudang-gudangnya. Kini, teknologi itu berkembang menjadi cobot (collaborative robot) — mesin cerdas yang bekerja berdampingan dengan manusia.
Robot-robot generasi terbaru ini tak hanya bisa bergerak, tapi juga “melihat” dan “belajar”. Dengan AI vision system dan machine learning, mereka mampu menyortir, mengangkat, bahkan mengemas produk secara mandiri. Gudang otomatis Amazon diklaim mampu meningkatkan produktivitas hingga 35% dan menekan biaya operasional lebih dari 20%. Namun di balik kehebatan teknologi itu, ke mana perginya manusia?
Antara Efisiensi dan Kemanusiaan
Amazon berhati-hati dalam menyebut ambisi ini sebagai “otomatisasi.” Dalam dokumen internal, istilah seperti AI atau robotic replacement dihindari. Sebaliknya, mereka menggunakan istilah “teknologi canggih” yang terdengar lebih netral, bahkan optimistis. Namun bagi sebagian pihak, langkah ini sulit dipisahkan dari isu sosial yang lebih luas: hilangnya pekerjaan manusia akibat teknologi.
Profesor MIT sekaligus peraih Nobel Ekonomi Daron Acemoglu mengatakan, Amazon punya insentif terbesar untuk mengotomatiskan. Begitu mereka menemukan cara melakukannya secara menguntungkan, perusahaan lain akan meniru. “Jika mereka berhasil, perusahaan lain akan meniru. Amazon bisa menjadi penghancur lapangan kerja terbesar, bukan pencipta,” katanya.
Otomatisasi Tak Berarti Kehilangan Pekerjaan
Pihak Amazon menegaskan bahwa narasi tersebut tidak sepenuhnya benar. Juru Bicara Amazon Kelly Nantel menyebut dokumen yang bocor itu tidak merepresentasikan strategi perusahaan secara keseluruhan. “Kami tetap berkomitmen menciptakan lapangan kerja baru. Otomatisasi hanyalah cara kami membuat proses lebih efisien, bukan menghapus manusia dari sistem,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh Udit Madan, Kepala Operasional Global Amazon. Menurutnya, efisiensi di satu bagian justru membuka peluang baru di bagian lain. Misalnya dalam pengembangan perangkat lunak, pemeliharaan sistem robotik, atau layanan logistik berbasis data. Amazon bahkan berencana merekrut 250.000 pekerja tambahan untuk musim liburan, meski tidak disebutkan berapa yang bersifat permanen.
Menuju Era Baru Logistik Global
Otomatisasi Amazon bukan sekadar upaya menghemat biaya. Ini adalah strategi jangka panjang perusahaan untuk membangun sistem logistik berkelanjutan dengan teknologi seperti drone delivery, AI predictive system, dan analitik real-time yang memperkirakan permintaan pelanggan secara akurat.
Tujuannya bukan hanya kecepatan, tapi juga keberlanjutan. Robot dianggap dapat mengurangi limbah, menekan konsumsi energi, meminimalkan kesalahan manusia, serta mempercepat rantai pasok. Jika berhasil, model operasional ini bisa menjadi standar baru dalam industri eCommerce dan logistik global. Perusahaan besar lain seperti Walmart, UPS, dan Alibaba hampir pasti akan mengikuti.

