Agentic AI Jadi Game Changer dalam Dunia Pengembangan Software dan Transformasi Bisnis
Marketing.co.id – Berita Digital | Transformasi kecerdasan buatan kini memasuki babak baru. Sebuah studi global terbaru dari OutSystems mengungkap bahwa 93% eksekutif perangkat lunak di seluruh dunia telah atau berencana mengembangkan agen AI (agentic AI) khusus mereka sendiri. Temuan ini mencerminkan pergeseran besar dalam pendekatan pengembangan software, sekaligus sinyal kuat menuju era otomatisasi berbasis kecerdasan buatan yang lebih otonom dan kolaboratif.
Laporan bertajuk “Navigating Agentic AI & GenAI in Software Development: Human-Agent Collaboration” ini disusun OutSystems bekerja sama dengan CIO Dive dan KPMG, dengan melibatkan 550 eksekutif software dari berbagai industri. Studi ini menyajikan gambaran jelas tentang bagaimana AI, khususnya agentic AI, mulai menjadi pendorong utama transformasi digital dan efisiensi operasional di organisasi global.
Dari Otomatisasi ke Otonomi: Evolusi Siklus Pengembangan
Woodson Martin, CEO OutSystems mengatakan bahwa siklus pengembangan software sedang mengalami perubahan fundamental. Agen AI kini tidak hanya menjadi asisten, melainkan mitra strategis yang mampu memantau kebutuhan bisnis, mengenali peluang, dan mengoptimalkan solusi secara proaktif.
Menurut Martin, agen AI masa depan akan bertindak layaknya tim spesialis yang terus berevolusi. Mereka akan bekerja berdampingan dengan developer dan pemimpin bisnis untuk memprioritaskan inovasi dan menyelesaikan tantangan pelanggan dengan lebih cepat.
Studi ini juga menunjukkan dampak nyata dari penerapan AI terhadap produktivitas dan kualitas. Lebih dari dua pertiga responden melaporkan peningkatan produktivitas developer dan penurunan jumlah bug pada software. Selain itu, 62% responden mengalami peningkatan kapabilitas pengembangan dan 60% melaporkan efisiensi signifikan dalam proses pengujian dan QA.
AI dan Perubahan Struktural Tenaga Kerja
Transformasi ini juga membawa implikasi penting bagi struktur organisasi. Dalam dua tahun ke depan, 69% eksekutif memprediksi munculnya peran-peran baru seperti arsitek agen, prompt engineer, orkestrator AI, hingga fungsi tata kelola teknologi yang lebih ketat.
Bahkan, 63% menyatakan perlunya reskilling dan upskilling developer untuk mengikuti laju perubahan ini. Teknologi agentic AI bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang evolusi peran manusia di dalam sistem yang semakin kompleks dan cerdas.
Layanan Pelanggan Jadi Prioritas Adopsi AI
Menariknya, aplikasi AI yang paling banyak diincar adalah layanan pelanggan. Sekitar 49% eksekutif menyebut akan memanfaatkan agentic AI untuk menangani pertanyaan dan tugas pelanggan secara otomatis. Namun, penggunaan AI di area lain seperti pengembangan produk (38%), pemasaran dan penjualan (32%), rantai pasok (28%), SDM (24%), dan keuangan (23%) masih tergolong rendah — menandakan potensi eksplorasi lebih lanjut.
Motivasi utama investasi AI pun semakin strategis, yaitu 56% bertujuan meningkatkan customer experience, disusul dengan efisiensi tugas pengembangan (55%), percepatan time-to-market (54%), dan transformasi digital (53%).
Tantangan Tata Kelola dan Beban Teknis AI
Namun, potensi besar ini tidak datang tanpa risiko. Sekitar 64% eksekutif menyuarakan kekhawatiran tentang tata kelola, keamanan, dan transparansi AI, termasuk bagaimana menjaga keandalan output yang dihasilkan agen cerdas. 44% juga mencatat meningkatnya beban teknis akibat kompleksitas implementasi dan pemantauan AI di lingkungan bisnis modern.
Michael Harper, Managing Director di KPMG LLP mengatakan bahwa banyak perusahaan yang telah memulai uji coba agentic AI sejak tahun lalu dan kini mulai melihat hasil riil di area seperti coding dan pengujian. “Kepercayaan ini akan menjadi landasan penting dalam mendorong adopsi yang lebih luas,” ujarnya.
Temuan OutSystems ini menegaskan bahwa agentic AI bukan sekadar tren teknologi, tetapi mekanisme perubahan struktural dalam cara perusahaan membangun, mengelola, dan mengembangkan solusi digital. Bagi para pemimpin bisnis dan teknologi di Indonesia, ini menjadi panggilan untuk meninjau ulang strategi digital dan mempersiapkan SDM dalam menghadapi lanskap baru yang didominasi kolaborasi manusia dan mesin.