Bitchat, Peluang atau Ancaman bagi Brand?

0
aplikasi chat Aplikasi Bitchat
Chatting with smartphone. Man and woman with devices communicate online.
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

aplikasi chat Aplikasi Bitchat

Bukan sekadar aplikasi, Bitchat adalah sinyal zaman. Seperti semua perubahan besar lainnya, hanya mereka yang adaptif yang akan bertahan atau bahkan unggul.

Marketing.co.id – Berita Digital | Di tengah derasnya arus platform komunikasi berbasis iklan dan algoritma, hadirlah Bitchat yang menyita perhatian. Aplikasi perpesanan instan ini bukan sekadar produk baru, tapi sebuah gugatan terhadap ekosistem digital saat ini. Lahir dari pemikiran radikal mantan CEO Twitter Jack Dorsey, Bitchat bebas iklan, tanpa nomor telepon, dan menjanjikan enkripsi tanpa kompromi.

Lantas, di tengah iklim marketing yang sangat tergantung pada data, apakah Bitchat merupakan ancaman baru atau justru peluang segar untuk brand?

Tantangan: Tanpa Iklan, Tanpa Data, Tanpa Personalization

Bagi sebagian besar brand, Bitchat mungkin menghadirkan tantangan besar. Dibangun di atas prinsip privasi, ketahanan terhadap penyensoran, dan nilai-nilai sumber terbuka, platform ini secara eksplisit menolak sistem periklanan, tidak menyediakan data demografis, tidak memungkinkan tracking perilaku pengguna, dan tidak memberi ruang bagi pendekatan retargeting. Dalam bahasa pemasaran modern, ini adalah “mimpi buruk.”

Tanpa saluran distribusi iklan konvensional, brand kehilangan kontrol atas visibilitas. Tidak ada dashboard analytics, tidak ada tracking, dan tidak ada A/B testing berbasis data pengguna. Bahkan, pengguna Bitchat bisa tetap anonim secara total. Bagi brand yang selama ini mengandalkan iklan berbayar dan strategi digital berorientasi kinerja, ini adalah ekosistem yang asing dan menakutkan.

Peluang: Membangun Komunitas Autentik dan Loyal

Namun di sisi lain, ini adalah peluang bagi brand untuk berevolusi. Bitchat membuka ruang bagi pendekatan yang lebih intim, otentik, dan berbasis kepercayaan. Karena tidak ada iklan, satu-satunya cara brand bisa masuk adalah dengan menjadi bagian dari komunitas itu sendiri.

Bayangkan sebuah brand skincare alami yang membangun komunitas eksklusif di Bitchat berisi para pegiat eco-living. Atau, brand teknologi yang menciptakan ruang diskusi privat dengan insentif NFT untuk para developer. Di sini, engagement tidak dibeli, tapi dibangun secara organik.

Di dunia Web3, loyalitas tidak dibentuk lewat diskon, tapi melalui ownership. Brand bisa menghadirkan program insentif berbasis token, badge digital, hingga bukti partisipasi NFT yang menjadi bukti keterlibatan komunitas. Ini bukan hanya interaksi, tapi kolaborasi.

Dari Iklan ke Interaksi

Era Bitchat menuntut brand untuk reimajinasi ulang peran mereka. Tidak lagi sebagai penyampai pesan satu arah, tapi sebagai fasilitator dialog bermakna. Strategi komunikasi berubah dari interruptive advertising menjadi permission-based engagement, dari menguasai ruang menjadi trusted presence dalam komunitas.

Bitchat menuntut brand untuk menjadi otentik dan relevan bukan hanya terlihat keren, membangun trust bukan hanya awareness, mengaktifkan komunitas bukan hanya menjangkau audiens, dan memberi nilai bukan hanya menyampaikan pesan.

So, menurut Anda apakah aplikasi Bitchat ancaman atau peluang? Bagi brand yang masih berpikir iklan dan data adalah segalanya, jawabannya ya. Tapi, bagi brand yang ingin bertumbuh dalam lanskap digital masa depan yang lebih privat, terdesentralisasi, dan berbasis partisipasi, Bitchat justru peluang yang tak bisa diabaikan.

Mungkin, aplikasi ini belum akan menggantikan WhatsApp atau Telegram dalam waktu dekat. Tapi ia mengirimkan pesan penting bahwa masa depan komunikasi digital bukan lagi soal reach, tapi soal relationship. Bagi pemasar yang ingin menjadi pionir, ini saatnya menguji ulang pendekatan Anda. Apakah Anda siap membangun brand dalam dunia yang lebih terdesentralisasi, personal, dan etis?