Data-Driven Marketing, Jurus Ampuh Hadapi Daya Beli yang Melemah

0
Disruptive Innovation, Strategi Pendatang Baru Menang di Tengah Ketatnya Persaingan
Disruptive Innovation, Strategi Pendatang Baru Menang di Tengah Ketatnya Persaingan
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

Marketing TechnologyData-Driven Marketing, Jurus Ampuh Hadapi Daya Beli yang Melemah

Marketing.co.id – Berita Marketing | Memasuki semester kedua 2025, bisnis di Indonesia tengah menghadapi tantangan berat: daya beli masyarakat yang semakin tertekan. Belanja rumah tangga menurun, Indeks Keyakinan Konsumen terus melandai. Bahkan, saat momen Lebaran yang biasanya jadi puncak konsumsi tercatat penurunan pengeluaran hingga 25% (APPBI).

Di tengah ketidakpastian ini, satu hal menjadi semakin jelas bahwa mengandalkan intuisi saja tidak cukup. Data-Driven Marketing adalah kuncinya.

“Perilaku konsumen berubah sangat cepat. Yang bertahan bukan yang paling kuat, tapi yang paling adaptif,” tegas Anna Leshchuk, Founder BreamsResearch.

Menurut Anna, banyak perusahaan masih terjebak pada pola lama, yaitu membuat keputusan berbasis asumsi, bukan fakta. Padahal, di tengah tekanan ekonomi seperti saat ini, ketepatan membaca pasar jadi penentu hidup-matinya bisnis.

“Siapa yang paling peka terhadap sinyal pasar itulah yang menang,” ujar Anna.

Data bukan sekadar angka. Data adalah cerita. Cerita tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan konsumen. BreamsResearch tidak hanya bermain di angka-angka survei. Mereka menggabungkan metode riset klasik dengan teknologi modern seperti social listening, analisis sentimen, hingga etnografi digital.

“Hasilnya, kami bisa melihat tren yang muncul bahkan sebelum menjadi tren besar. Misalnya di sektor F&B, muncul kebutuhan konsumen akan makanan yang bukan hanya sehat tapi juga membantu mereka mengatasi stres. Ini insight yang tidak akan terlihat kalau hanya bertanya lewat survei biasa,” jelas Anna.

Satu pola yang terlihat jelas di tengah penurunan daya beli adalah konsumen makin berhitung. Tapi bukan berarti mereka berhenti belanja, mereka hanya lebih selektif.

“Perusahaan harus gesit. Misalnya, ada brand yang sebelumnya fokus pada campaign premium lifestyle. Setelah melihat data bahwa konsumen makin sensitif harga, mereka ubah pesan jadi value-for-money tanpa kehilangan brand essence. Hasilnya, engagement naik 30%, sales ikut terkerek,” papar Anna.

Dari Sekadar Ngiklan, Jadi Ngobrol dengan Konsumen

Di era sekarang, marketing bukan lagi soal siapa yang paling kencang teriaknya, tapi siapa yang paling nyambung dengan konsumennya.

“Empati itu nggak cukup cuma lewat slogan. Harus lewat pemahaman yang dalam dan itu datang dari data,” kata Anna.

Perusahaan yang menang adalah yang bisa membangun percakapan dua arah dengan konsumennya. Bukan sekadar broadcast pesan, tapi benar-benar memahami apa yang dibutuhkan audiens.

Marketing berbasis data bukan lagi tren. Ini sudah jadi default setting untuk bisnis yang ingin bertahan. “Siapapun yang masih mengandalkan cara lama tanpa data, siap-siap ditinggal pasar. Data itu bukan sekadar tools, tapi sudah jadi mindset,” tegas Anna.

Di tengah ekonomi yang penuh ketidakpastian sekarang ini, satu hal pasti adalah bisnis yang paling peka dan paling cepat beradaptasi adalah bisnis yang siap bertahan dan bahkan tumbuh.