Mengungkap paradigma baru dalam membangun hubungan yang otentik dengan Gen Z, konsumen paling kritis di era digital. Berikut 5 strategi marketing yang bisa Anda coba untuk menjangkau mereka
Marketing.co.id – Berita Marketing | Gen Z sering kali mendapat cap sebagai konsumen yang rewel, tidak loyal, mudah bosan, dan sulit ditebak. Tapi, jika kita melihat lebih dalam, label itu lahir dari kegagalan memahami bagaimana mereka berpikir, memilih, dan terhubung dengan brand.
Gen Z bukan tidaknya loyal. Tapi, mereka setia pada nilai, bukan sekadar nama. Mereka juga bukan mudah bosan, namun haus akan relevansi, bukan repetisi. Dengan daya beli yang terus meningkat dan posisi mereka sebagai digital natives, Gen Z bukan lagi sekadar target masa depan. Mereka adalah pasar utama hari ini.
Karakteristik Gen Z yang Harus Dipahami Brand:
Setidaknya ada 4 karakteristik Gen Z yang harus dipahami brand, yaitu:
Kritis dan Sangat Terinformasi – Mereka melakukan riset sebelum membeli, membandingkan sebelum memilih, dan menuntut transparansi dari brand. Menurut laporan Edelman Trust Barometer, 66% Gen Z mengaku berhenti membeli produk dari brand yang tidak sesuai dengan nilai mereka.
Digital Is Native, Not a Feature – Teknologi bukan hanya alat, tapi ekosistem hidup mereka. Interaksi di media sosial, konten edukatif, hingga customer service harus hadir real-time dan relevan.
Autentisitas Diutamakan – Mereka lebih percaya ulasan dari pengguna lain, konten dari mikro-influencer, dan komunikasi yang jujur. Hard selling biasanya langsung mereka skip.
Peduli Dampak Sosial dan Lingkungan – Brand yang punya misi jelas dan aksi nyata lebih menarik bagi mereka daripada brand dengan sekadar gimmick promosi.
Mengapa Brand Gagal menaklukan Gen Z?
Setidaknya ada 3 hal yang membuat brand gagal menaklukan Gen Z, yaitu:
Komunikasi yang terlalu generik – Kampanye besar tanpa personalisasi terasa kosong bagi mereka.
Tidak berbicara dalam “bahasa mereka” – Brand yang terlalu formal, scripted, atau kaku akan terdengar “tidak nyambung.”
Kurangnya empati dalam pengalaman digital – UX yang rumit, loading lambat, atau fitur yang membingungkan membuat mereka langsung pindah ke kompetitor.
Strategi Marketing yang Relevan untuk Gen Z
Nah, setidaknya ada 5 strategi marketing yang bisa Anda coba untuk menjangkau mereka, di antaranya:
Jangan Jual Produk, Tapi Bangun Cerita – Konten storytelling yang kuat lebih berdampak daripada sekadar daftar fitur. Cerita tentang proses, nilai, dan dampak lebih bermakna.
Mainkan Format yang Mereka Konsumsi – TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts adalah kanal mereka. Gunakan video pendek, meme cerdas, dan tren mikro untuk menyampaikan pesan secara ringan tapi dalam.
Ciptakan Keterlibatan, Bukan Hanya Paparan – Beri mereka ruang untuk berkontribusi. Misalnya melalui voting, kolaborasi desain, tantangan konten, atau UGC (user-generated content).
Bersikap Transparan & Responsif – Jujur tentang proses bisnis, harga, atau bahkan kekurangan. Ketika brand bersikap terbuka, Gen Z akan membalas dengan kepercayaan.
Edukasi Lewat Hiburan (Edutainment) – Mereka ingin belajar sambil tertawa. Konten finansial, gaya hidup sehat, atau lingkungan bisa dikemas dalam format ringan namun insightful.
Kisah Sukses: BNI Sekuritas dan Soft Saving
Salah satu contoh nyata pemahaman terhadap Gen Z adalah pendekatan soft saving dari BNI Sekuritas. Lewat aplikasi New BIONS, mereka menghadirkan pengalaman investasi yang mudah diakses (mulai dari Rp10.000), didukung edukasi digital, dan disampaikan dalam bahasa yang membumi.
Alih-alih menakut-nakuti dengan jargon investasi, mereka mengundang Gen Z masuk secara bertahap dan percaya diri. Ini adalah contoh bagaimana pemahaman mendalam terhadap preferensi Gen Z bisa mengubah sebuah solusi finansial menjadi gaya hidup baru.
Saat brand berhenti melihat Gen Z sebagai tantangan dan mulai menganggapnya sebagai mitra dialog, strategi berubah dari sekadar penjualan menjadi penciptaan nilai jangka panjang. Karena pada akhirnya, Gen Z bukan pasar yang sulit. Mereka hanya menunggu brand yang benar-benar mau mendengarkan.