Ketika AI Membuat Telko Semakin Rawan Diserang

0
BTS Telkomsel
BTS Telkomsel
[Reading Time Estimation: 2 minutes]

AI, TelkoMarketing.co.id – Berita Digital | Di tengah revolusi digital global, sektor telekomunikasi bukan sekadar menjadi penyedia koneksi. Melainkan urat nadi dunia modern karena menopang ekonomi, sistem tanggap darurat, perbankan, hingga kota pintar dan AI generatif. Namun, ketika jaringan semakin pintar, begitu juga dengan ancamannya.

Mengapa Telko Jadi Target Favorit?

Menurut riset Check Point, serangan siber mingguan terhadap perusahaan telekomunikasi meningkat 94% pada kuartal pertama 2025, angka tertinggi dibanding sektor lain. Head, SE, Singapore, Check Point Software Technologies Abhishek Kumar Singh mengatakan bahwa serangan tidak lagi sekadar mencuri data, tetapi menargetkan infrastruktur vital seperti kabel bawah laut, satelit, dan jaringan 5G.

Pemicunya adalah luasnya permukaan serangan akibat implementasi 5G dan edge computing, ketergantungan pada AI dan otomatisasi layanan pelanggan, dan aktor negara melihat telko sebagai titik lemah untuk melumpuhkan ekonomi.

AI, Peluang atau Ancaman Ganda?

Di satu sisi, kata Abhishek Kumar Singh, AI membawa efisiensi luar biasa bagi operator telekomunikasi, mulai dari chatbot, automasi layanan, hingga analitik jaringan. Namun, AI juga menjadi senjata canggih bagi peretas. Studi Nvidia 2024, mencatat 90% perusahaan telko telah menggunakan AI, tapi banyak belum menyadari sisi gelapnya.

Kasus penipuan deepfake senilai USD 25 juta di Hong Kong menunjukkan bagaimana video AI bisa menyamar jadi atasan dan memerintahkan transfer dana lewat video call palsu. Di saat chatbot jadi ujung tombak layanan pelanggan, mereka juga jadi target serangan injeksi perintah dan manipulasi sosial.

Menurutnya, dampak dari serangan siber terhadap telko tidak main-main. Di Denmark, gangguan jaringan menyebabkan layanan rumah sakit terganggu dan sistem tanggap darurat lumpuh. Di India, kebocoran data 12 juta pelanggan dimanfaatkan untuk phishing tertarget. Bayangkan jika layanan telekomunikasi nasional lumpuh. Bukan hanya komunikasi terputus, tapi ekonomi, keamanan, dan nyawa pun terancam.

Keamanan Bukan Lagi Opsional

Pemerintah dan regulator mulai bertindak. Uni Eropa melalui NIS2 Directive dan AS dengan FCC Cyber Trust Mark mulai mendorong pendekatan secure-by-design. Di Asia, Jepang dan Singapura memperkuat undang-undang siber mereka.

Namun, compliance saja tidak cukup. Telko harus menjadikan keamanan siber sebagai strategi bisnis utama. Beberapa langkah penting yang sudah diadopsi pemimpin industri:

  • AI Red Teaming: Uji kerentanan sistem berbasis AI
  • Voice Biometrics: Deteksi audio deepfake secara real-time
  • Advanced Threat Prevention: Seperti Check Point GenAI Protect dan ThreatCloud AI untuk mencegah serangan sejak awal
  • Kemitraan strategis: Seperti implementasi keamanan cloud-native dan SD-WAN oleh telko Asia Tenggara yang berhasil mengurangi waktu respons insiden hingga 30%

Resiliensi adalah Daya Saing Baru

Di era digital ini, konektivitas adalah aset strategis. Dan, seperti halnya brand yang membangun reputasi melalui kepercayaan dan pengalaman pelanggan, keamanan jaringan adalah dasar kepercayaan itu.

Bagi pemasar dan pemimpin bisnis, memahami bahwa AI dan konektivitas membuka potensi baru hanya jika disertai perlindungan yang kuat adalah langkah penting. Masa depan bukan soal siapa yang lebih cepat go digital, tetapi siapa yang lebih tahan terhadap guncangan digital.