Empat Strategi Penting untuk Dorong Penetrasi Pasar Produk FMCG

0
Kantar Worldpanel Indonesia
Corina Fajriyani, Senior Marketing Manager Kantar Worldpanel Indonesia (kiri) dan Venu Madhav, Managing Director Kantar Worldpanel Indonesia (kanan)
[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Marketing.co.id – Berita Consumer Good | Meningkatkan penetrasi pasar menjadi dambaan setiap brand, termasuk bagi brand-brand di kategori FMCG (fast moving consumer goods). Peningkatkan penetrasi pasar penting di tengah semakin ketatnya persaingan dan perubahan perilaku belanja masyarakat.

Menurut kajian dari Kantar Worldpanel Indonesia ada empat strategi yang dapat dilakukan brand untuk meningkatkan penetrasi pasar. Keempat srtategi tersebut mencakup more presences, more innovations, more categories, dan more moments. Demikian disampaikan Corina Fajriyani, Senior Marketing Manager Kantar Worldpanel Indonesia.

Corina mengatakan, more presences berkaitan dengan ketersediaan (avaibility) sebuah brand. “Misalnya suatu brand awalnya hanya tersedia di pula Jawa, lalu mereka melakukan ekspansi di luar pulau jawa. Atau sebuah brand awalnya hanya di modern trade, berekspansi ke general trade. Bisa juga melakukan ekspansi secara demografi, dari sebelumnya hanya memproduksi brand untuk anak-anak, kemudian memproduksi produk untuk orang dewasa,” papar Corina saat pemaparan laporan tahunan Brand Footprint 2025, Kamis (08/5), di Jakarta.

Lebih jauh Corina menjelaskan, more innovations berarti sejauhmana inovasi produk yang sudah dilakukan suatu brand. Adapun more categories kemampuan brand dalam memperluas kategori produknya.

More moments sebuah brand harus meningkatkan occasion of usage atau menambah session konsumsi suatu produk. Misalnya ajakan minum air mineral bukan hanya di pagi hari tapi bisa sepanjang hari. Jadi ada peningkatan interaksi antara brand dan konsumen. Inilah empat cara dari framework Kantar agar brand tumbuh lebih cepat dan tumbuh lebih besar in term of penetration,” ujarnya.

Walaupun faktor iklan (advertising) tidak masuk dalam kajian Kantar Worldpanel, namun Corina tidak menampik keampuhan iklan dalam mendorong penetrasi brand. Pasalnya iklan bisa berdampak pada peningkatan awareness yang mendorong pada keputusan pembelian.

Corina menegaskan, brand yang lebih sering muncul dalam pandangan dan pendengaran masyarakat berpeluang untuk lebih sering dibeli. “Misalnya konsumen memilih sampo brand tertentu karena sering melihat iklannya. Jadi bukan physical availability tapi juga mental availability. Jadi iklan dari brand juga bisa meningkatkan apa yang kita sebut dengan mental availability, bisa jadi top of mind konsumen. Tapi mental availability bagus, tapi produk tersebut tidak tersedia di toko ya tidak jadi dibeli tuh barang,” bebernya.

Bagaimana dengan promo, karena di era perdagangan daring begitu sering promo ditawarkan kepada konsumen. Apalagi saat ini dilaporkan daya beli kelas menengah sedang anjlok. Perihal ini Corina menegaskan, promo tetap diminati ada atau tidak ada tekanan ekonomi.

“Karena secara natural konsumen lebih suka harga promo. Tapi hal ini juga bergantung pada kategori produknya. Yang masuk kategori esensial ada atau tidak promo, konsumen pasti beli karena harus tersedia di rumah mereka,” tandasnya.

Kantar Worldpanel Indonesia
Corina Fajriyani, Senior Marketing Manager Kantar Worldpanel Indonesia (kiri) dan Venu Madhav, Managing Director Kantar Worldpanel Indonesia (kanan)

Consumer Reach Point (CRP)

Laporan tahunan Brand Footprint 2025 mengukur brand  FMCG yang paling banyak dipilih oleh rumah tangga di Indonesia. Menggunakan metriks Consumer Reach Point (CRP)—yang menggabungkan penetrasi (jumlah rumah tangga yang membeli) dan frekuensi pembelian—laporan ini menelusuri bagaimana sebuah brand dapat memperkuat kehadirannya di benak dan di keranjang konsumen.

“CRP memberikan gambaran yang lengkap terkait kekuatan sebuah brand di pasar FMCG. Karena itu, memahami bagaimana CRP terbentuk—melalui penetrasi dan frekuensi—adalah kunci bagi para marketer untuk mengambil keputusan yang lebih akurat dalam mengembangkan brand mereka,” ujar Venu Madhav, Managing Director Kantar Worldpanel Indonesia.

Brand Footprint 2025 menyoroti pertumbuhan brand dari sisi strategi: apakah pertumbuhan itu didorong oleh bertambahnya jumlah pembeli, atau karena konsumen membeli lebih sering?

Tahun ini, data menunjukkan bahwa semakin banyak brand berhasil tumbuh dibanding tahun sebelumnya. Sebanyak 62% brand di dalam studi Brand Footprint Indonesia 2025 mengalami peningkatan CRP, jauh lebih tinggi dibanding tahun lalu yang hanya mencapai 49%.

Dari seluruh brand yang tumbuh, mayoritas—yakni 89%—mendapatkan pertumbuhannya melalui peningkatan penetrasi atau dalam kata lain, bertambahnya jumlah rumah tangga yang membeli brand tersebut. Sebagian kecil lainnya tumbuh karena berhasil mendorong frekuensi pembelian dari konsumen yang sudah ada.

Dalam edisi kali ini, Kantar Worldpanel juga memperkenalkan klasifikasi baru berdasarkan tingkat penetrasi pasar untuk lebih memahami posisi dan strategi setiap brand:

  • Super Brands: >70% penetrasi
  • Large Brands: 30%–70% penetrasi
  • Medium Brands: 10%–30% penetrasi
  • Small Brands: <10% penetrasi

Pengelompokan ini memberikan kerangka kerja strategis yang lebih jelas: bagi brand kecil hingga menengah, fokus utama tetap harus pada peningkatan penetrasi—yakni menjangkau lebih banyak pembeli. Sementara itu, brand dengan penetrasi yang lebih tinggi juga perlu mengoptimalkan frekuensi pembelian agar dapat terus mempertahankan pertumbuhan.

“Pertumbuhan brand di Indonesia saat ini lebih banyak didorong oleh kemampuan untuk menjangkau pembeli baru. Strategi untuk memperluas basis pembeli terbukti lebih dominan, terutama di kalangan brand kecil hingga menengah, dibandingkan mengandalkan peningkatan frekuensi pembelian semata. Dengan kata lain, semakin banyak pembeli yang dijangkau, semakin besar peluang merek untuk tumbuh lebih cepat —terutama bagi mereka yang penetrasi pasar nya masih relatif kecil,” ujar Corina.

Kinerja Brand Lokal

Di edisi Brand Footprint 2025, peringkat 10 teratas masih dikuasai brand-brand yang sama, meskipun terjadi sedikit perubahan posisi antar brand. Hal ini menandakan bahwa persaingan di level atas semakin ketat, dan mempertahankan posisi di jajaran atas membutuhkan upaya yang konsisten.

Untuk masuk ke dalam 10 besar, sebuah merek harus dipilih oleh konsumen Indonesia setidaknya sebanyak 750 juta kali dalam satu tahun—angka yang menunjukkan betapa kuatnya loyalitas dan jangkauan yang harus dimiliki.

Berikut urutan peringkat pertama sampai sepuluh brand yang masuk dalam Top 10 Most Chosen FMCG Brand: IndoMie, soKlin, mie Sedaap, Roma, Royco, Indofood, Kapal Api, Nabati, Masako, dan Daia.

Selain itu, tahun ini Kantar juga memberikan penghargaan kepada brand yang berhasil memasuki jajaran 100 brand teratas Most Chosen Brand sebagai “The Remarkable Newcomer”. Tiga brand lokal berhasil meraih pencapaian ini: Kanzler, Gentle Gen, dan Sayang. Kehadiran mereka menunjukkan, bahwa merek lokal terus membuktikan daya saingnya sebagai pilihan konsumen Indonesia dan mampu bertumbuh dengan cepat .

“Brand Footprint membuktikan bahwa pertumbuhan yang lebih cepat bisa dicapai jika brand terus memperluas jangkauan ke konsumen baru. Untuk sebagian besar brand, meningkatkan penetrasi adalah strategi yang paling berdampak. Akan tetapi, setelah sebuah brand menjangkau lebih dari 70% rumah tangga—atau masuk kategori Super Brand—fokus bisa dialihkan untuk meningkatkan frekuensi pembelian,” tutup Venu .