Bagaimana Dunia Usaha Merespons Ancaman Siber yang Semakin Kompleks?

0
Keamanan API Jadi Sorotan: Bagaimana Dunia Usaha Merespons Ancaman Siber yang Semakin Kompleks (Gambar: Freepik.com)
[Reading Time Estimation: 3 minutes]
Keamanan API Jadi Sorotan: Bagaimana Dunia Usaha Merespons Ancaman Siber yang Semakin Kompleks (Gambar: Freepik.com)

Dalam ekonomi digital yang serba cepat dan saling terhubung, perusahaan yang unggul adalah mereka yang bukan hanya bisa membangun, tapi juga menjaga kepercayaan dengan transparansi, budaya, dan teknologi.

Marketing.co.id – Berita Digital | Serangan siber terhadap sebuah perusahaan besar di Australia belum lama ini menjadi pengingat keras bahwa keamanan API (Application Programming Interface) bukan lagi isu teknis semata, melainkan kebutuhan strategis. Serangan itu membuka mata banyak pelaku bisnis di Negeri Kanguru, dan efek dominonya mulai terasa di seluruh kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Di tengah tren digitalisasi dan penggunaan API untuk mempercepat transaksi bisnis, risiko juga ikut meningkat. Ancaman keamanan tak lagi bisa dipandang sebelah mata, terlebih ketika banyak perusahaan sedang menjalani masa penghematan. Anggaran keamanan dipotong, sumber daya dikurangi, dan strategi “lakukan semuanya” tak lagi realistis. Akibatnya, banyak organisasi kini berada dalam posisi rentan dan penyerang mengetahuinya.

Namun, tak semuanya berita buruk. Di sisi lain, hal ini memicu lahirnya pendekatan keamanan yang lebih cerdas dan proaktif. Para Chief Information Security Officer (CISO) kini dituntut untuk lebih bijak dalam memilih solusi yang fokus pada alat yang mampu mendeteksi, memulihkan, dan bahkan menyembuhkan sistem secara otomatis. Otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), serta sistem monitoring aplikasi seperti WAF dan CodeDX mulai menjadi prioritas.

Managing Principal, APAC, Synopsys Software Integrity Group Lekshmi Nair dalam keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa semakin vital sebuah sistem semakin besar pula risikonya. API yang tak aman bukan sekadar alat penghubung melainkan ancaman nyata.

“Ketika keamanan ditekan oleh anggaran, penyerang justru mempercepat langkah. inilah perfect storm yang harus diantisipasi dunia usaha,” katanya. “Keamanan bukan lagi sekadar kontrol detektif. Era baru menuntut kontrol preventif yang tangguh dan transparansi penuh.”

Regulasi Semakin Ketat, Transparansi Jadi Kunci

Dunia juga bergerak cepat dalam membentuk regulasi. Pemerintah AS misalnya, mewajibkan penyedia software untuk menyertakan Software Bill of Materials (SBOM). Singapura memperbarui Code of Practice-nya, dan Uni Eropa mengenalkan DORA yang menetapkan ketahanan digital sebagai kewajiban utama di sektor keuangan.

Benang merah dari semua ini adalah perusahaan tak bisa lagi hanya mengandalkan kontrol detektif yang reaktif. Harus ada pengujian aplikasi secara berkala, respons insiden yang cepat, dan keamanan rantai pasokan yang transparan, termasuk penggunaan open source. Konsumen dan mitra ingin tahu, apa isi perangkat lunak, siapa yang menguji dan seberapa aman.

Developer Platform: Dari Alat Menjadi Produk

Karena kompleksitas ini, muncul pendekatan baru: platform engineering. Daripada setiap tim pengembang harus mengatur alat dan siklus hidup pengembangannya sendiri, kini platform pengembangan diperlakukan layaknya produk. Ini bukan hanya soal keamanan, tapi juga efisiensi, prediktabilitas, dan kelincahan organisasi.

Gartner bahkan memprediksi bahwa pada 2026, 80% organisasi akan mengadopsi pendekatan ini. “Platform engineering adalah masa depan: mempercepat inovasi, menjaga keamanan, dan menyederhanakan kompleksitas pengembangan,” ujarnya.

Keamanan Adalah Budaya, Bukan Sekadar Aturan

Fakta yang tak bisa dihindari adalah dunia menjadi semakin bergantung pada perangkat lunak. Tapi ironisnya, banyak pengembang software saat ini minim pengalaman tentang keamanan. Maka, perubahan tak cukup dilakukan lewat kebijakan atau aturan—harus melalui perubahan budaya. DevSecOps bukan sekadar proses, tapi cara berpikir.

Menurutnya, DevSecOps bukan aturan tapi budaya. Organisasi yang menanamkan keamanan dalam DNA-nya akan menjadi yang paling tangguh menghadapi masa depan. Masyarakat dan pelanggan juga mulai menuntut transparansi. Mereka ingin tahu dari mana software mereka berasal, bagaimana software itu dibangun, dan apakah itu bisa dipercaya.

Dalam waktu dekat, menjual software tanpa transparansi akan menjadi hal yang usang. Ancaman makin kompleks, tapi respons dunia usaha dan regulator juga semakin matang. Keamanan bukan lagi pilihan tambahan, melainkan fondasi.

“Ketika dunia bergerak menuju software sepenuhnya, keamanan adalah fondasi, bukan pilihan. Transparansi adalah mata uang kepercayaan di era digital. Software yang buram akan segera ditinggalkan pasar,” pungkasnya. (*)