4 Fase Perubahan Teknologi yang Harus Diwaspadai Industri Perbankan

[Reading Time Estimation: 4 minutes]

Era digital dan perkembangan teknologi mengubah seluruh aspek bisnis, tak terkecuali industri pelayanan perbankan dan jasa keuangan. Jika menelisik soal bank, ada empat fase dalam perkembangan teknologi yang harus diwaspadai oleh dunia perbankan, karena menuntut perombakan infrastruktur pelayanannya.

4 fase perubahan teknologi

Empat fase dalam perkembangan teknologi yang dimaksud di sini adalah fase di mana bisa terjadi perubahan radikal yang memaksa semua pihak untuk berubah, terutama untuk membenahi infrastrukturnya. Perbaikan dan perubahan infrastruktur ini diperlukan supaya bisa terus memberikan pelayanan yang prima kepada para pelanggan.

Tentu tak hanya pelanggan atau pasar yang akan mengalami perubahan. Dalam empat tahapan ini diharapkan ada perusahaan yang bisa muncul sebagai game changer, atau malah terpaksa harus bergabung dengan pihak lain karena tertinggal. Perubahan juga akan terjadi di seluruh jasa ritel keuangan dan perbankan.

Bisa jadi setelah masuknya kita ke dalam fase ketiga, segala dampak akibat perubahan yang terjadi tidak akan bisa kembali ke awal lagi. Artinya, segala perubahan akan menjadi permanen, sehingga dunia perbankan dan jasa keuangan akan mempunyai wajah yang sama sekali baru.

Sampai sekarang kita bahkan sudah berada di tengah fase perubahan teknologi tersebut. Mari kita sedikit menengok ke belakang, untuk melihat terjadinya fase awal dari semua perubahan ini:

Fase Pertama: Bangkitnya Internet

Kita tentu sudah melewati fase tersebut, tapi penting untuk disimak ulang pada bahasan ini. Pada saat dibuka luas dan bebas kepada publik, jaringan internet yang tadinya hanya dipakai untuk keperluan intelijen atau militer telah mengubah perilaku konsumen dalam mengakses keuangan dan mengelola transaksi dengan bank. Kehadiran internet pun diperkuat lagi dengan bermunculannya media sosial.

Walaupun awalnya banyak bank tidak terlalu menganggap serius kehadiran gelombang besar dan berbahaya yang bernama gelombang dot-com ini, mereka menyaksikan sendiri perilaku konsumen dan pasar yang berubah. Konsumen bisa punya kendali yang lebih besar dan pilihan yang lebih banyak sehingga membuat industri perbankan tidak punya pilihan selain harus berubah.

Tiba-tiba saja konsumen perbankan terdorong ke lingkungan di mana mereka bisa mengakses keuangan mereka kapan pun, di mana pun, dan dengan lebih banyak pilihan cara. Seiring berkembangnya teknologi internet banking, antrean nasabah di kantor-kantor cabang bank semakin berkurang. Konsumen mulai bisa mengandalkan channel baru, bahkan sebagai poin akses utama ke bank ketika mereka melakukan transaksi sehari-hari. Ini karena sudah tercipta channel baru seperti contact center, ATM, dan internet.

Fase Kedua: Bangkitnya Teknologi Mobile

Fase kedua ini juga telah kita lewati, walaupun belum sepenuhnya. Apa yang dimaksud dalam fase dua ini adalah bergabungnya teknologi media sosial dengan teknologi mobile. Teknologi mobile sendiri semakin bergairah karena bergabungnya fenomena kencangnya penetrasi smartphone/gadget dan bermunculannya teknologi media sosial.

Era konsumen mobile dimulai ketika hampir semua orang memiliki smartphone dalam genggaman dan hampir semua orang pula sudah punya akun dan terhubung dalam jaringan media sosial. Perusahaan-perusahaan raksasa era digital seperti Apple, Google, Facebook, berlomba mengeluarkan smartphone, tablet, gadget, sampai aplikasi maupun platform yang semakin memperkuat jaringan mobile.

Dulu internet yang masih harus diakses lewat komputer, laptop, dan masih tergantung tempat, kini bisa diakses hanya di dalam genggaman di mana pun kita berada. Walaupun bank masih memperdebatkan bagaimana ROI yang bisa didapat jika mereka harus beradaptasi ke teknologi mobile supaya bisa melayani nasabah dengan maksimal, para nasabah merekalah yang tanpa banyak tanya, otomatis sudah mengadopsi semua teknologi tesebut.

Lagi-lagi perbankan tidak punya pilihan, selain harus cepat mengadopsi segala teknologi yang ada untuk menyediakan channel tambahan bagi pelayanan nasabah. Tentu Anda bisa menebak, bahwa inilah awal populernya mobile banking. Kini hampir setiap hal yang bisa dilakukan lewat ATM, dapat dilakukan juga melalui smartphone di genggaman setiap orang.

Fase Ketiga: Munculnya Mobile Payments

Ketika kita sudah tidak membutuhkan uang cash atau bahkan kartu plastik lagi, lalu apa yang kira-kira akan terjadi? Ya betul, kita akan melakukan segala pembayaran dengan cara lain, yaitu lewat smartphone atau gadget lain dalam genggaman kita. Di sinilah era cash-less payment akan jadi semakin sempurna.

Mulailah bermunculan istilah mobile wallet, e-wallet, dan lain-lain. Fase ketiga ini akan melibatkan gabungan antara mobile phone dan kartu kredit. Itulah perubahan logis yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Ketika perubahan tersebut terjadi, kebutuhan kita akan uang cash akan jauh berkurang.

Kini di UK sendiri, sekitar 40% pembayaran masih menggunakan kartu debit, 20% pembayaran lewat kartu kredit, dan sekitar 30% bahkan masih menggunakan uang tunai. Tapi semua persentase tersebut akan terus berkurang lima tahun ke depan, perlahan digantikan oleh mobile payments.

Mobile payments bahkan bisa digunakan untuk melakukan pembayaran antar orang (P2P – person to person), yang bisa dilakukan lewat smartphone. Ini berarti smartphone akan mempunyai fungsi yang sama dengan dompet, kartu debit, maupun kartu kredit. Selain pasar UK dan AS yang nantinya akan besar-besaran mengadopsi pembayaran mobile, pasar-pasar Asia seperti Jepang, Korea, dan Hong Kong bisa jadi lebih agresif lagi.

Fase Keempat: Banking Licenses for Everyone

Jika Anda berpikir peraturan perbankan bisa menghalangi setiap orang kecuali bank untuk melakukan deposit, Anda bisa jadi salah besar. Ketika pasar bank mulai tergerus akibat munculnya pesaing dari pihak teknologi dan operator ponsel dalam hal transaksi sehari-hari, komoditas, manajemen investasi, asuransi, perpindahan dana, dan masih banyak lagi, maka pada saat inilah fase keempat akan dimulai.

Pada fase keempat ini, bank bukan lagi soal ke mana kita pergi, tapi bank sudah menjadi apa yang kita lakukan. Ini adalah kenyataan ketika produk dan jasa perbankan/keuangan bisa ditawarkan/di-deliver dengan penetrasi yang lebih cepat, kapan pun dan di mana pun pelanggan memerlukan bank.

Ini adalah saat konsumen bisa jadi tidak lagi memerlukan bank untuk melakukan segala transaksi yang dulu kita sebut banking. Dan ini bahkan sudah mulai terjadi saat ini. Konsumen akan menjalani aktivitas sehari-hari dengan segala fungsi banking sudah tertanam otomatis pada proses-proses yang memerlukan produk finansial atau dukungan transaksi.

Contohnya, proses membeli rumah dan segala perabotnya sudah terintegrasi dengan segala pengurusan agunan/hipotek sehingga konsumen tidak lagi perlu menemui bank. Situs-situs travel sudah mengintegrasikan asuransi untuk bepergian, sekaligus pinjaman jika diperlukan, tanpa mengharuskan konsumen menggunakan lagi kartu debit atau kartu kredit untuk membayar penerbangan. Dealer mobil akan sekaligus mengurus proses leasing untuk mobil yang kita beli. Toko ritel akan mengurus fasilitas kredit untuk setiap furniture yang kita beli lewat mobile wallet.

Dengan demikian banyak pihak bisa berfungsi sebagai bank, sehingga bank hanya akan berfungsi sebagai manufacturer, penyedia jaringan dan proses untuk men-support segala aktivitas perbankan/keuangan. Wajah perbankan tak akan sama lagi seperti dulu. Pertanyaannya, “Siapkah infrastruktur pelayanan Anda?”

Ivan Mulyadi

Sumber: Bank 3.0, Brett King

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here