2 Kode Etik Periklanan Yang Sering Dilanggar

digital advertising

Marketing.co.id – Berita Marketing | Dewasa ini perkembangan dunia periklanan mengalami kemajuan yang sangat cepat dan luar biasa. Banyak sekali karya-karya pelaku usaha periklanan, baik di media elektronik maupun media cetak, yang membuat kita tercengang dengan kreativitas mereka.

Baca Juga: 3 Hal Yang Tak Boleh Dilakukan Merek di Tiktok

Akan tetapi jika dicermati lebih lanjut dari karya-karya tersebut, sebagian dari produk iklan tersebut telah dianggap melanggar tata krama (kode etik) periklanan di Indonesia, baik yang disengaja maupun yang tidak.

Baca Juga: Ekosistem Baru Dunia Periklanan

Ada dua gejala umum dari bentuk pelanggaran kode etik periklanan yang paling sering terjadi. Di antaranya yaitu yang merendahkan produk pesaing, dan penggunaan atribut profesi atau “setting” tertentu yang menyesatkan atau mengelabui khalayak. Beberapa iklan mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktunya, sehingga seolah-olah mengesankan suatu kebenaran.

Baca Juga: Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Media Periklanan

Dalam hal kategori produk, pelanggaran paling banyak ditemui pada iklan-iklan obat-obatan dan makanan. Salah satunya seperti apa yang ditayangkan sebuah TV Swasta Nasional dalam program liputan khusus selama berminggu-minggu tentang sampah plastik dan jenis-jenis plastik, dimana di dalamnya terselip slide berjudul  “Keunggulan Polyethylene Terephthalate (PET)”.

Baca Juga: Kreatif Periklanan Dilahirkan atau Diciptakan?

Sayangnya, dalam slide itu tersembunyi sebuah pesan yang jika disimak tengah menyudutkan produk lain dengan menyebutkan bahwa galon berbahan PET tidak mengandung bahan BPA yang berbahaya. Seperti diketahui,  salah satu merek air minum dalam kemasan baru-baru ini mengeluarkan produk galon sekali pakai berbahan PET. Sementara, industri  AMDK lainnya sudah puluhan tahun memproduksi produk galon guna ulang berbahan BPA.

Sekjen Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Herry Margono mengatakan, iklan-iklan seperti yang dibuat galon isi ulang itu sekarang lagi berkembang pesat. Itu namanya disebut dengan native ad, dan itu lagi berkembang.

Baca Juga: Ascope Ad Exchange, Teknologi Periklanan Real-time Bidding Buatan Indonesia

Menurutnya, sering kali iklan-iklan seperti galon sekali pakai itu dibuat seperti berita biasa dengan menyembunyikan statusnya bahwa itu sebenarnya adalah iklan. Padahal, itu harus tegas disebutkan adalah iklan dan harus dibedakan dengan program acara.

Nah, iklan galon sekali pakai yang ditayangkan salah satu TV swasta itu kan terlihat seolah-olah langsung masuk dalam program acara. Itu tidak boleh dan jelas melanggar etika periklanan,”  ujar Herry dalam acara webinar “Perlunya Sanksi Tegas Terhadap Pelanggaran Etika Iklan Produk Pangan”  yang digelar Forum Jurnalis Online, Selasa (20/10).

Baca Juga: Pertimbangan Sebelum Memilih Media Periklanan

Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak mengutarakan, banyak sekali iklan-iklan yang sangat menyesatkan di lapangan sekarang ini. Karenanya, Rolas mengajak pelaku-pelaku usaha untuk melakukan edukasi melalui iklan. Jadi, kalau bahasa prokem sekarang itu jangan lebay. Karena akan ada undang-undang yang akan bisa menjerat.

Nah, dari segi pemerintah, harusnya juga negara mengatur regulasi periklanan. “Sudah ada beberapa kali organisasi teman-teman periklanan diskusi bersama kami menyatakan bahwasanya di dalam periklanan ini masih ambigu, masih belum jelas regulasi-regulasinya,” tukasnya.

Marketing.co.id: Portal Berita Marketing dan Berita Bisnis

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.